KOMPAS.com - Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat berbasis agama Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, di Yogyakarta.
Sebagai sebuah gerakan Islam, Muhammadiyah memiliki khittah perjuangan sebagai landasan berpikir dan beramal bagi semua pimpinan dan anggotanya.
Melansir suaramuhammadiyah.id, istilah khittah berasal dari bahasa Arab, khaththa, yang artinya menulis dan merencanakan.
Khittah juga bermakna garis atau jalan. Jadi, khittah artinya garis besar atau jalan perjuangan.
Dapat dikatakan, Khittah Muhammadiyah adalah seperangkat rumusan, teori, metode, sistem, strategi, dan taktik perjuangan Muhammadiyah.
Khittah biasanya dihasilkan dalam gelaran tanwir dan muktamar, salah satunya Khittah Palembang.
Siapa yang merumuskan Khittah Palembang dan apa saja isinya?
Baca juga: Khittah Ponorogo 1969
Menukil muhammadiyah.or.id, pada 1940-an, kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia masih belum stabil karena masih harus berurusan dengan bangsa penjajah.
Dampaknya pun terasa di berbagai aspek kehidupan, termasuk agenda-agenda persyarikatan Muhammadiyah yang terpaksa ditunda atau dibatalkan.
Situasi mulai berubah ketika Indonesia meraih kedaulatan penuh setelah Perjanjian Roem-Royen pada 1949.
Meskipun kondisi politik nasional masih dipenuhi pergolakan, Muhammadiyah akhirnya menata kembali kehidupan organisasi, salah satunya melalui Muktamar ke-33 di Palembang pada 1956.
Hasil dari muktamar tersebut adalah Khittah Palembang sebagai panduan utama dalam menyusun kembali jalan hidup umat.
Khittah Palembang dicetuskan pada masa kepemimpinan Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Ketua Umum Muhammadiyah periode 1956-1959.
Baca juga: Khittah Perjuangan Muhammadiyah dari Masa ke Masa
Melalui Khittah Palembang, Muhammadiyah berusaha untuk memberikan landasan yang kokoh bagi umat Islam agar tetap teguh pada nilai-nilai keislaman di tengah-tengah tantangan dan pergolakan yang ada.
Terdapat tujuh butir isi Khittah Palembang, di antaranya: