BERKAT buku-buku yang dibacanya telah mendorong Hamka mengembangkan apresiasi terhadap bahasa yang teratur.
Hamka mengagumi gaya Haji Agus Salim yang menurutnya memakai bahasa Melayu lemah lembut, yang kadang-kadang membawakan juga gaya bahasa alunan Minang.
Baca artikel sebelumnya: Hamka: Menjadi Adicerita Indonesia karena Membaca (Bagian I)
Teladan dari beliau seperti itulah yang memengaruhi Hamka dalam membangun gaya khasnya sebagai penulis Indonesia modern.
Hamka sering menghabiskan uang saku pemberian ayahnya untuk meminjam buku, apabila uangnya tidak cukup dia mencari tambahan dengan bekerja di percetakan.
Hamka membaca buku sebanyak-banyaknya dan ini adalah awal pendidikan otodidaknya. Dari buku-buku yang dibacanya itulah Hamka mulai berkenalan dengan dunia baru yang belum dikenal sebelumnya.
Pada waktu itu, tahun 1925 Balai Pustaka telah mendirikan dua ribu perpustakaan di seantero Hindia dan melayani sekitar tiga ratus ribu peminjam. Hampir dua juta buku beredar.
Dan Hamka kecil rajin mengunjungi toko buku yang penuh dengan buku. Dia sangat menyukainya dan selalu mengimpikannya.
Sahabat dekatnya sejak semasa remaja, Yunan Nasution, menceritakan bahwa Hamka sebagai orang yang banyak membaca dan belajar.
Hamka sangat menyayangi perpustakaan pribadinya. Sebagian besar koleksinya berbahasa Arab, termasuk terjemahan karya Inggris, Perancis, dan negara Barat lainnya dalam bahasa Arab.
Buku-buku itu membahas tentang filsafat, sejarah, tasawuf, dan moralitas. Hamka biasa membaca berjam-jam, sering kali sampai larut malam.
Dia membaca setiap hari selama dua sampai tiga jam dan mencatat di kertas apa saja yang ada di dekatnya termasuk bungkus rokok lalu mengantongi catatan itu.
Selain buku, Hamka pun membaca berbagai macam majalah dan surat kabar dari berbagai negara terutama koran berbahasa Arab dari Mesir dan dari Melayu Singapura, selain dari Hindia tentunya.
Dia sangat rajin mengunjungi toko buku untuk mendapatkan buku-buku berbahasa Arab yang baru, agar tak ketinggalan berita dan diskusi ilmiah terbaru dari pusat dunia Muslim.
Selain membaca Hamka juga belajar pidato, syair, dan dongeng dari tetua setempat termasuk dari mamaknya sendiri.