Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buya Hamka, Ulama dan Sastrawan yang Pernah Dipenjara Orde Lama

Kompas.com - 26/12/2023, 14:00 WIB
Endang Mulyani,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.COM - Buya Hamka merupakan tokoh ulama sekaligus sastrawan terkemuka di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai tokoh penting dalam organisasi Muhammadiyah.

Buya Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, Desa Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat.

Bukan sekadar ulama biasa, Hamka juga terkenal sebagai satrawan ulung yang telah menulis berbagai karya sastra kenamaan, seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Perjuangan Buya Hamka

Hamka merupakan nama akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Sementara itu, Buya adalah julukan khas dari Tanah Minang yang diberikan untuk orang tua yang berarti ayah (abu, abi, abuya).

Buya Hamka memiliki andil besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Berbeda dengan prajurit Indonesia pada umumnya yang berjuang dengan kekuatan fisik ataupun militer, sosok Buya Hamka berjuang dengan kepiawaiannya dalam berpikir dan menulis berbagai karya sastra.

Banyak buku yang ditulis Buya Hamka. Salah satu buku kenamaan dan berhasil melambungkan namanya ialah Tafsir Al-Azhar yang ditulis Buya Hamka ketika masih dalam penjara.

Tak hanya berfokus pada bidang dakwah, Buya Hamka juga gemar menyalurkan ide dan pikirannya ke dalam sebuah tulisan.

Buya Hamka dikenal dengan karya-karyanya yang luar biasa, seperti novel, sejarah Islam, hingga tafsir Al-quran.

Semua karya itu berangkat dari rasa cintanya terhadap dunia menulis.

Hingga pada 1925, Buya Hamka memutuskan terjun ke dunia jurnalistik.

Hamka memulai langkah dengan mengirim tulisan-tulisannya ke Hindia Baru yang dieditori oleh Haji Agus Salim, seorang pemimpin politik Islam.

Baca juga: Biografi Agus Salim, The Grand Old Man Indonesia

Langkahnya terus berkembang hingga berhasil mendirikan jurnal pertama Muhammadiyah, Chatibul Ummah.

Karya-karya Buya Hamka

Dengan kegigihannya, pada 1925, Hamka juga berjaya menerbitkan karya pertamanya, yaitu novel Minangkabau yang berjudul Si Sabariah.

Pada 1936, kesuksesan tebesar Hamka ialah ketika menerima tawaran menjadi editor kepala pada sebuah jurnal Islam baru di Medan, Pedoman Masyarakat.

Dengan demikian, Buya Hamka juga dapat mempublikaskan sebagian besar novelnya.

Beberapa novel yang ia publikasikan adalah Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936), Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1937), Merantau ke Deli (1940), dan Di Dalam Lembah Kehidupan (1940).

Hamka juga menulis buku mengenai etika Islam dan tasawuf, seperti Tasawuf Modern (1939), Lembaga Budi (1939), dan Falsafah Hidup (1940).

Pada 1949, Buya Hambka menerbitkan biografi orang tuanya dengan judul Ayahku yang juga mengisahkan sejarah gerakan Islam di Sumatera.

Pada Juli 1959, Hamka menerbitkan majalah tengah bulanan Panji Masyarakat yang berisikan tentang kebudayaan dan pengetahuan agama Islam.

Majalah ini kemudian dicabut pada 17 Agustus 1960 karena memuat karangan Muhammad Hatta berjudul Demokrasi Kita dyang memuat kritikan tajam terhadap konsep Demokrasi Terpimpin.

Pada 27 Januari 1964, Hamka ditangkap oleh pemerintahan Soekarno. Meskipun begitu, Buya Hamka tetap menekuni dunia menulis selama mendekam di penjara.

Selama dipenjara, Buya Hamka berhasil merampungkan kitab Tafsir al-Azhar (30 Juz).

Tafsir Al-Azhar menjadi karya yang diakui di luar negeri dan menjadi populer.

Buku ini berisi kajian-kajian yang ia sampaikan saat ceramah subuh di Masjid Al-Azhar hingga pada 1959.

Disebut tafsir karena saat menyampaikan ceramah tersebut, Hamka selau mengupas tafsir dari Al-Quran kemudian baru disempurnakan selepas bebas dari penjara.

Baca juga: 4 Sistem Demokrasi yang Pernah Diterapkan di Indonesia

Hamka juga dipercaya sebagai pimpinan umum majalah Panji Masyarakat hingga akhir hayatnya.

Selama hidupnya, Buya Hamka telah menelurkan banyak tulisan-tulisan, di antara tulisan-tulisanya telah dibukukan ke dalam 118 buku.

Selain itu, ia juga menghasilkan karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat di berbagai media massa.

Tulisan-tulisan itu meliputi banyak bidang kajian, seperti politik, sejarah, budaya, akhlak, dan ilmu-ilmu keislaman.

Fitnah terhadap Buya Hamka

Saat tengah berjuang dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia, pada 26 Januari 1964, Buya Hamka menerima surat penangkapan dirinya.

Kala itu, Buya Hamka baru saja pulang dari kegiatan berceramah di Masjid Al-Azhar, Jakarta.

Buya Hamka ditangkap pemerintahan Soekarno karena dinilai membahayakan karena mendirikan kembali Masyumi, partai Islam yang bertentangan dengan PKI.

Baca juga: Bagaimana Akhir dari Partai Komunis Indonesia (PKI)?

Bukan hanya itu, ia dituduh sebagai seorang anti Soekarno yang pro terhadap Malaysia.

Ketika berada di tempat peristirahan rumah tahanan Sukabumi, kesehatan Buya Hamka kian memburuk hingga harus dirawat di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun, Jakarta.

Selama dua tahun, Buya Hamka dihina dan difitnah. Kondisi itu baru berakhir pada 1966, ketika Orde Lama tumbang dan Buya Hamka dibebaskan. 

Referensi:

  • Amirullah, (2013). Jejak Tokoh Islam. Jakarta: Tempo Publishing
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com