Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Terancam Kredit Macet dari Negara-negara Berkembang

Kompas.com - 16/10/2023, 18:25 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Ashutosh Pandey/DW Indonesia

BEIJING, KOMPAS.com - Dilanda berbagai krisis seperti pandemi Covid-19, perang di Ukraina, dan perubahan iklim, negara-negara berkembang, sebagian besar berada di Afrika, menumpuk utang dalam jumlah besar untuk menjaga perekonomian mereka agar bisa bertahan.

Saat ini, 3,3 miliar orang tinggal di negara-negara yang mengeluarkan lebih banyak uang untuk pembayaran bunga utang dibandingkan untuk anggaran pendidikan atau kesehatan, menurut laporan PBB.

Banyak negara berkembang saat ini berada dalam posisi rentan ambruk secara ekonomi, di tengah dunia yang makin tidak stabil, dengan cadangan keuangan mereka yang semakin menipis sementara harga pangan dan energi terus melonjak.

Baca juga: Kenapa Sri Lanka Krisis BBM dan Bangkrut? Begini Ceritanya...

Sedangkan China, yang menjadi kreditor utama negara-negara tersebut dalam satu dekade terakhir, juga sedang mengalami perlambatan ekonomi.

Dalam beberapa tahun terakhir, sedikitnya sepuluh negara, termasuk Zambia dan Sri Lanka, telah mengalami gagal bayar utang luar negerinya, sementara lebih dari 50 negara lainnya seperti Pakistan dan Mesir menghadapi kesulitan pembayaran kembali.

"Bagi sebagian besar negara berkembang, krisis utang berarti uang tidak lagi dibelanjakan untuk investasi demi mengubah kehidupan menuju kesejahteraan dan kemajuan masyarakat, padahal ini kekayaan bangsa yang sebenarnya,” kata Achim Steiner, administrator Program Pembangunan PBB, kepada DW.

DW INDONESIA Negara-negara dengan risiko kredit macet.
Krisis utang yang parah

Mengatasi krisis utang, dulu biasanya dilakukan oleh Dana Moneter Internasional IMF, Bank Dunia, dan kelompok kreditor Paris Club.

Bencana krisis utang yang dihadapi negara-negara berkembang merupakan salah satu topik utama pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Marrakesh baru-baru ini, ketika para pemimpin mencari cara untuk mempercepat keringanan utang.

"Ini adalah momen yang sangat membuat frustrasi karena, dari sudut pandang teknis dan kebijakan, seharusnya dibahas mengenai bagaimana memberikan bantuan kepada negara-negara ini."

"Namun sebenarnya ada masalah geopolitik yang lebih besar, yang membuat bantuan tersebut menjadi sangat sulit,” kata Clemence Landers, peneliti kebijakan senior di Pusat Pembangunan Global, kepada DW.

Alasannya, sekarang ada banyak kreditor baru seperti China, India, dan negara-negara Teluk.

China misalnya, telah mengeluarkan pinjaman senilai lebih dari satu triliun dollar untuk proyek-proyek infrastruktur besar sebagai bagian dari proyek global ambisiusnya "Belt and Road Initiative", dengan tingkat bunga yang tinggi dan sering kali persyaratannya tidak jelas.

Banyak dari pinjaman tersebut menjadi kredit macet.

Pada 2010, hanya 5 persen dari portofolio pinjaman luar negeri China yang mendukung peminjam yang mengalami kesulitan keuangan.

Halaman:

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com