Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Perang Irak: Cerita Orang yang Percaya Bisa Cegah Konflik

Kompas.com - 21/03/2023, 23:17 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

BAGHDAD, KOMPAS.com - Jose Mauricio Bustani masih dihantui rangkaian kejadian 20 tahun lalu. Mantan diplomat Brasil berusia 77 tahun itu hingga kini masih meyakini bahwa sebenarnya Perang Irak bisa dicegah.

"Perasaan saya tidak berubah dalam 20 tahun," kata Bustani kepada BBC.

"Terjadi perang sia-sia yang menewaskan banyak orang di kedua belah pihak dan satu-satunya hal yang dibuktikan dalam konflik ini adalah bahwa Anda dapat memanipulasi masyarakat internasional dengan kekuatan semata," tambahnya.

Baca juga: 20 Tahun Invasi AS ke Irak: Getirnya Masih Terasa Sampai Kini, Alasan Perang Bohong Belaka

Mantan diplomat Brasil itu adalah sosok protagonis dari salah satu rentetan kejadian paling kontroversial--meskipun dilupakan--menjelang Perang Irak.

Pada April 2002, dia dipecat sebagai Direktur Jenderal Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) setelah Washington melakukan lobi intensif.

Janji dari Baghdad

Bustani pada saat itu telah mencoba membujuk Irak menandatangani Traktat OPCW, yang mewajibkan rezim Saddam Hussein mengizinkan inspektur atau pengawas memeriksa segala jenis senjata kimia yang mereka miliki.

Berbagai klaim bahwa Saddam memiliki "persediaan" senjata semacam itu adalah alasan utama pemerintahan Presiden George W Bush untuk membenarkan invasi ke negara Timur Tengah tersebut.

Bustani mengatakan OPCW memiliki kemampuan intelijen yang baik untuk menilai bahwa senjata kimia Irak telah hancur dalam Perang Teluk 1990-1991.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Bustani mengatakan OPCW memiliki kemampuan intelijen yang baik untuk menilai bahwa senjata kimia Irak telah hancur dalam Perang Teluk 1990-1991.
"Saya menerima surat dari pemerintah Irak pada akhir 2001 yang menyebut mereka 'siap' menerima Konvensi Senjata Kimia dan inspeksi di negara itu," kenang mantan diplomat Brasil, Jose Mauricio Bustani.

"Itu adalah momen kebahagiaan sesaat bagi saya, tetapi orang Amerika sama sekali tidak menyukai berita itu."

Korespondensi dengan Baghdad terjadi sesaat sebelum Pidato Kenegaraan Bush yang tak terlupakan pada Januari 2002, pertama setelah serangan 11 September 2001 atau jamak disebut 9/11.

Dalam pidatonya, dia menyebut Iran, Irak, dan Korea Utara sebagai "poros kejahatan" dan menuduh rezim Saddam berencana mengembangkan senjata kimia dan nuklir.

Bustani, yang memimpin OPCW sejak 1997 dan dengan suara bulat terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada 2000, mengatakan kepada BBC bahwa organisasi itu memiliki "intelijen yang memadai" untuk menilai bahwa senjata kimia Irak telah dihancurkan setelah Perang Teluk 1990-91 dan bahwa negara itu "tidak memiliki kapasitas" untuk mengisi kembali persediaan karena sanksi yang melumpuhkan sejak konflik itu.

"Saya percaya Washington telah memiliki rencana balas dendam untuk 9/11, karena mereka yakin Saddam terkait dengan serangan itu. Begitu saya memberi tahu mereka tentang Irak, kampanye untuk menggulingkan saya dimulai."

Baca juga: 20 Tahun Perang Irak, Senjata Pemusnah Massal Saddam Hussein Belum Ditemukan

Langkah putar balik Washington

Pemerintah AS mengeluhkan "gaya manajemen" Bustani. AS kemudian menuduh Bustani "salah urus keuangan", "bias", dan melakukan "inisiatif yang tidak dipertimbangkan dengan baik".

Tudingan-tudingan itu adalah perubahan dramatis dari dukungan yang dia terima dari (Menteri Luar Negeri saat itu) Colin Powell, yang pada tahun 2001 telah menulis surat kepada Bustani untuk berterima kasih kepadanya atas pekerjaannya yang "sangat mengesankan".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-826 Serangan Rusia ke Ukraina: Polemik Larangan Senjata | Belarus Tangguhkan CFE

Rangkuman Hari Ke-826 Serangan Rusia ke Ukraina: Polemik Larangan Senjata | Belarus Tangguhkan CFE

Global
Soal Larangan Ukraina Pakai Senjata Barat untuk Serang Wilayah Rusia, Ini Kata AS

Soal Larangan Ukraina Pakai Senjata Barat untuk Serang Wilayah Rusia, Ini Kata AS

Global
Putusan Mahkamah Internasional Tak Mampu Hentikan Operasi Militer Israel di Rafah

Putusan Mahkamah Internasional Tak Mampu Hentikan Operasi Militer Israel di Rafah

Internasional
Israel Sebut Perang Lawan Hamas di Gaza Bisa sampai Akhir 2024

Israel Sebut Perang Lawan Hamas di Gaza Bisa sampai Akhir 2024

Global
[POPULER GLOBAL] Politisi AS Tulisi Rudal Israel | Taiwan Minta Dukungan Indonesia

[POPULER GLOBAL] Politisi AS Tulisi Rudal Israel | Taiwan Minta Dukungan Indonesia

Global
Swedia Janjikan Bantuan Militer Rp 20,26 Triliun ke Ukraina

Swedia Janjikan Bantuan Militer Rp 20,26 Triliun ke Ukraina

Global
Tank-tank Israel Terus Menuju Jantung Kota Rafah, Perang Bisa Berlanjut Sepanjang Tahun

Tank-tank Israel Terus Menuju Jantung Kota Rafah, Perang Bisa Berlanjut Sepanjang Tahun

Global
Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Global
Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Global
 Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Global
Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Global
WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

Global
Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Global
Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Global
Kredibilitas Biden Dipertanyakan Setelah Serangan Brutal Israel ke Rafah

Kredibilitas Biden Dipertanyakan Setelah Serangan Brutal Israel ke Rafah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com