Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Frustasi atas Lockdown Shanghai, Warga Protes Ramai-ramai Berdiri di Balkon Berteriak-teriak

Kompas.com - 10/04/2022, 15:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Newsweek

SHANGHAI, KOMPAS.com - Warga di Shanghai, China, semakin terang-terangan mengungkapkan rasa frustrasi mereka atas kebijakan ketat Covid-19 "tanpa toleransi" di negara itu, saat 26 juta orang tetap dikurung dalam lockdown.

Shanghai kini menjadi rumah bagi wabah virus terbesar di negara itu, dengan 23.000 kasus lokal baru dilaporkan pada Sabtu (9/4/2022), menurut AP.

Namun hanya lebih dari 1.000 orang menunjukkan gejala, sementara sebagian besar kasus tersebut asimtomatik.

Meskipun demikian, China terus mempraktikkan kebijakan penguncian yang ketat. Kota ditutup sejak akhir bulan lalu, dan inisiatif pengujian massal digelar.

Baca juga: Shanghai Siapkan 130.000 Tempat Tidur Covid-19, Xi Jinping Tetap Puji Penanganan Wabah China

Dilansir dari Newsweek pada Sabtu (9/4/2022), warga semakin mengeluh tentang penguncian. Banyak yang mengatakan mereka terjebak di rumah dan apartemennya tanpa kebutuhan dasar, karena sebelumnya 'panic buying' dan terbatasnya persediaan di toko kelontong.

Video media sosial menampilkan adegan kacau orang-orang yang memperebutkan makanan di toko, sementara yang lain meminta bantuan untuk mencari obat.

Dalam beberapa kasus, protokol karantina Covid-19 China yang sangat ketat bahkan membuat pemilik hewan peliharaan tidak dapat membawa anjing mereka keluar, menurut CNBC.

Penguncian Shanghai juga telah membatasi personel medis dan menyebabkan kekurangan staf yang signifikan di rumah sakit.

Kepada AP pada Sabtu (9/4/2022), kerabat pasien di rumah sakit Perawatan Lansia Donghai Shanghai mengatakan orang yang mereka cintai tidak menerima perawatan yang layak. Masalahnya, pekerja yang telah melakukan kontak dengan virus dipaksa untuk dikarantina.

Baca juga: Tes Covid-19 Massal 26 Juta Orang di Shanghai, China Kerahkan Ribuan Personel Militer

Keluarga Shen Peiming yang berusia 71 tahun mengatakan kepada outlet berita bahwa dia meninggal di fasilitas itu minggu lalu karena dokter dan perawatnya tidak ada di sana untuk merawatnya.

Asisten perawat terakhirnya dikarantina karena kontak dekat dengan kasus positif, kata seorang anggota keluarga yang tidak disebutkan namanya.

"Sudah berapa kali lockdown sejak 2020? Mereka masih belum punya pengalaman mengelola ini?" tanya kerabat itu kepada AP.

"Dulu, jika ada masalah, mereka selalu menelepon saya. Kali ini, bahkan tidak ada pesan suara, dan dia meninggal begitu tiba-tiba."

Beberapa penduduk di seluruh kota telah bersuara menentang penguncian dengan berdiri di balkon mereka dan berteriak-teriak sebagai protes.

Namun, pihak berwenang dengan cepat menanggapi hal ini dengan menerbangkan drone di atas bangunan tempat tinggal, memberi tahu orang-orang untuk "mengendalikan haus jiwa Anda akan kebebasan. Jangan buka jendela dan berteriak."

Baca juga: China Laporkan Temuan Lebih dari 13.000 Kasus Omicron, Shanghai yang Terparah

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Global
AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

Global
Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com