Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Perlu Kejar Kesiapan Ekosistem Transisi Energi pada 2022

Kompas.com - 24/12/2021, 10:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Iklim investasi energi terbarukan di Indonesia yang kurang kondusif serta komitmen politik yang tidak konsisten dapat menghambat target 23 persen bauran energi terbarukan nasional terkendala.

Hingga kuartal ketiga 2021, bauran energi bauran energi terbarukan masih di angka 11,2 persen menurut rilis yang diterima Kompas.com dari Institute for Essential Services Reform (IESR).

IESR memandang, Pemerintah Indonesia perlu serius mempersiapkan ekosistem transisi energi yang mampu mempercepat dekarbonisasi sistem energi di Indonesia mencapai bebas emisi karbon pada 2050.

Baca juga: Pengawas Energi Global Dituntut Sediakan Akses Gratis ke Data Pemerintah

Pada 2021, pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih berjalan lambat dan tidak sesua jalurnya dengan target 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025.

IESR dalam laporan tahunan Indonesia Energy Transition Outlook 2022 (IETO 2022) menemukan bahwa hingga September 2021, total kapasitas terpasang energi terbarukan hanya mencapai 10.827 megawatt atau bertambah sekitar 400 megawatt.

Sementara untuk mencapai target Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pada 2025 kapasitas pembangkit energi terbarukan diperkirakan minimal mencapai 24.000 megawatt.

Dengan kata lain, penambahan kapasitas energi terbarukan setiap tahunnya harus berada di kisaran 2 gigawatt hingga 3 gigawatt.

Agar sesuai dengan Persetujuan Paris, dibutuhkan setidaknya 11 gigawatt hingga 13 gigawatt pembangkit energi terbarukan untuk mendekarbonisasi sistem energi di Indonesia yang mencakup sektor pembangkitan listrik, transportasi dan industri pada 2050.

Baca juga: Menggembirakan, Pertumbuhan Energi Terbarukan Global Cetak Rekor Baru

Regulasi

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah harus memfokuskan pada upaya memperkuat komitmen politik untuk dekarbonisasi dengan merevisi KEN dan RUEN agar selaras dengan tujuan Net-Zero Emission (NZE).

“Serta memperbaiki kualitas regulasi untuk meningkatkan daya tarik investasi, memangkas hambatan perizinan, dan mengakselerasi pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan di luar PLN dengan mendorong gotong royong warga masyarakat dan bisnis berinvestasi pada pembangkit energi terbarukan terdistribusi dan efisiensi energi. Dengan demikian 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025 dapat tercapai,” ujar Fabby.

IESR dalam laporan IETO 2022 menilai, kesiapan ekosistem untuk beralih ke energi terbarukan masih sangat rendah.

Menggunakan Kerangka Kesiapan Transisi Energi, IESR menilai empat indikator yaitu dukungan kebijakan dan regulasi, teknologi dan ekonomi, iklim dan realisasi investasi, dan sosial.

Baca juga: Transisi Energi di Eropa Terhambat Minimnya Bahan Baku

Dukungan kebijakan dan regulasi energi yang kurang efektif dalam mendongkrak pengembangan energi terbarukan di Indonesia, mencitrakan komitmen politik pemerintah yang rendah terhadap energi terbarukan.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menaikkan porsi bauran energi terbarukan menjadi 51 persen dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan melakukan kaji ulang pensiun dini pada 9,2 gigawatt PLTU batubara

Namun, upaya tersebut belum cukup ambisius untuk mencapai netral karbon pada pertengahan abad ini sesuai Persetujuan Paris.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com