KOMPAS.com – Remaja perempuan itu bernama Greta Thunberg.
Dia, berdiri di luar Gedung Parlemen Swedia, sembari membawa sebuah papan tulis bertuliskan tinta hitam yang terbaca jelas.
“School Strike for Climate”.
Apa yang dilakukannya--ya, dia membolos sekolah--mungkin sederhana saja. Hanya kertas besar, berdiri seorang diri, tanpa unjuk massa.
Tapi segera saja, dampak yang dihasilkannya menggema hingga seluruh dunia.
Baca juga: Greta Thunberg Kecam Orang Dewasa karena Krisis Iklim
Tepat di bulan Agustus ini, Thunberg melakukan aksinya pada 2018 lalu. Kondisi Bumi dan iklim--seperti spanduk protesnya--belum membaik.
Malah mungkin semakin gerah, semakin tak bisa dikendalikan.
Tapi aksi Thunberg, memicu kesadaran penuh bahwa warga dunia, sudah selayaknya punya kepedulian penuh.
Pada iklim. Pada Bumi.
“Waktu itu saya merasa seperti seorang diri yang peduli terhadap iklim dan krisis ekologi,” tutur Greta kepada BBC, seperti dikutip Kompas.com.
Saat itu, Greta memang seorang diri. Namun kini tidak lagi.
Satu tahun setelahnya, jutaan remaja di seluruh dunia ikut turun ke jalan dan melakukan aksi demonstrasi terkait perubahan iklim.
Baca juga: Sinopsis Greta Thunberg: A Year to Change the World, Tayang di Hulu
Greta Thunberg, seperti diketahui, lahir pada 3 Januari 2003 dan tumbuh besar di Stockholm dengan ibundanya, Malena Ernman, seorang penyanyi opera, dan ayahnya yang seorang actor, Svante Thunberg.
Ayahnya adalah keturunan Svante Arrhenius, ilmuwan yang menciptakan model efek rumah kaca.
Arrhenius dianugerahi Nobel Prize for Chemistry pada 1903.