Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Junta Militer Myanmar Kembali Bunuh 12 Orang Tak Bersenjata dalam Aksi Protes Anti-kudeta

Kompas.com - 14/03/2021, 13:06 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber REUTERS

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Pasukan keamanan Myanmar kembali membunuh setidaknya 12 orang dalam aksi protes anti-kudeta militer, menurut laporan saksi dan media setempat.

Melansir Reuters pada Sabtu (14/3/2021), 5 orang ditembak mati dan beberapa lainnya cedera ketika polisi melepaskan tembakan ke arah para demonstran di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.

Beberapa orang lainnya dibunuh di pusat kota Pyay dan 2 tewas dalam tembakan polisi di Yangon, di mana 3 orang telah dibunuh pada malam hari, menurut laporan media lokal.

Baca juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Berjanji Beri Rakyat Hak Hukum

"Mereka bertindak seperti dalam zona perang terhadap masyarakat tak bersenjata," kata aktivis yang berbasis di Mandalaay, Myat Thu.

Pria itu mengatakan jumlah kematian tersebut termasuk anak 13 tahun yang terbunuh.

Si Thun Tun, seorang demonstran lainnya, mengatakan melihat 2 orang ditembak, termasuk biksu Buddha.

"Salah satu dari mereka terkena tembakan di tulang kemaluan, satu lagi ditembak mati hingga tewas," ucapnya.

Baca juga: Sumpah Pemerintah Sipil Paralel Myanmar Kejar Revolusi untuk Akhiri Junta Militer

Di Pyay, seorang saksi mengatakan pasukan keamanan awalnya menghentikan sebuah ambulans untuk menjangkau yang terluka dan menyebabkan satu kematian.

Seorang sopir di Chauk, sebuah kota di pusat Magwe Region, juga tewas setelah di tembak di dada oleh polisi, menurut cerita teman keluarga korban.

Seorang juru bicara junta iliter tidak menjawab panggilan telpon dari Reuters untuk menanggapi perkembangan bentrokan yang terjadi.

Junta militer dalam siaran berita malam di MRTV melabeli para demonstran sebagai "kriminal", tapi tidak menjelaskan lebih jauh.

Baca juga: Tiga Pengunjuk Rasa Myanmar Tewas setelah Ratusan Orang Menentang Jam Malam

Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan bahwa lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar dalam aksi protes yang meluas melawan militer yang merebut kekuasaan dalam negeri.

Kematian itu terjadi ketika para pemimpin Amerika Serikat, India, Australia, dan Jepang bersumpah untuk bekerja sama memulihkan demokrasi di negara Seribu Pagoda itu.

Pada Sabtu (13/3/2021) itu juga, pemimpin pemerintah sipil paralel Myanmar, Mahn Win Khaing Than, untuk pertama kali berbicara kepada publik.

"Ini adalah saat paling gelap bangsa dan saat fajar sudah dekat," kata Mahn Win Khaing Than melalui Facebook.

Baca juga: Biden Beri Bantuan Izin Tinggal dan Bekerja Sementara Warga Myanmar di AS saat Junta Militer Makin Brutal

Mahn Win Khaing Than ditunjuk sebagai wakil presiden oleh perwakilan anggota parlemen Myanmar yang digulingkan, Komite untuk Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), yang mendorong pengakuan sebagai pemerintah yang sah.

Mahn Win Khaing Than bersama sebagian besar pejabat senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) saat ini masih bersembunyi.

“Untuk membentuk demokrasi federal, yang diinginkan oleh semua etnis bersaudara, yang telah menderita berbagai jenis penindasan dari kediktatoran selama beberapa dekade, revolusi ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyatukan upaya kita,” kata Mahn Win Khaing Than.

Baca juga: Gerakan Opini Digital dan Semangat Perlawanan Myanmar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com