KOMPAS.com - Umat Islam di Indonesia biasa merayakan hari raya Idul Fitri dengan makan ketupat, opor ayam, sambal goreng, dan lauk lainnya.
Ketupat terbuat dari beras yang dibungkus anyaman janur kuning. Seperti namanya, makanan itu berbentuk belah ketupat.
Sebagai makanan khas Hari Raya, ketupat juga dinikmati saat tradisi Lebaran Ketupat yang diselenggarakan terutama di Pulau Jawa pada hari kedelapan bulan Syawal.
Lalu, mengapa ketupat menjadi makanan khas Idul Fitri?
Baca juga: Gerhana Matahari Total Akan Terjadi Jelang Idul Fitri, Bisakah Dilihat di Indonesia?
Ketupat diyakini berasal dari masa Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Jawa.
Diberitakan Kompas.com (1/5/2023), Sunan Kalijaga menggunakan ketupat sebagai bentuk media syiar Islam pada abad ke-15 dan 16.
Saat itu, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam semasa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak pada abad ke-15.
Sunan Kalijaga lalu memanfaatkan ketupat sebagai media dakwah untuk menyebarkan Islam di kalangan masyarakat pesisir utara Jawa.
Ketupat merupakan bentuk perpaduan budaya Jawa dan Hindu dengan nilai keislaman.
Ketupat terbuat dari nyiur atau kelapa sehingga menunjukkan identitas masyarakat pesisir yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.
Diyakini, ketupat sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha di Nusantara. Walau tidak tercantum dalam prasasti, sejarah mencatat makanan dari beras disajikan dengan dibungkus daun pada masa pra-Islam.
Baca juga: 10 Makanan Unik Idul Fitri dari Berbagai Negara
Dikutip dari Kompas.com (5/4/2023), masyarakat Jawa dan Sunda menyebut ketupat sebagai kupat yang berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan.
Ketupat juga memiliki simbol lain yakni laku papat atau empat laku yang melambangkan empat sisi dari ketupat. Ketupat memiliki empat sisi yang mengandung makna berbeda sebagai berikut.
Ketupat terbuat dari daun kelapa, nyiur, atau janur yang digunakan untuk menunjukkan identitas budaya pesisiran yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.