Bhima menjelaskan, pemerintah Indonesia sebenarnya telah menaikkan tarif PPN dengan total kenaikan mencapai 20 persen selama empat tahun terakhir.
"Ini kenaikan tarif PPN yang sangat tinggi," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/3/2024).
Bhima menyebutkan, kenaikan ini semakin menyulitkan kondisi masyarakat Indonesia kelas menengah yang masih terbebani harga beras naik, suku bunga tinggi, dan sulit mencari pekerjaan.
Baca juga: Tidak Padankan NIK dengan NPWP, Siap-siap Kena Pajak 20 Persen Lebih Tinggi
Jika pemerintah menambah tarif pajak pada barang dan jasa yang beredar di Indonesia, harganya tentu akan meningkat.
"Khawatir belanja masyarakat bisa turun, penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan bermotor, sampai kosmetik bisa melambat," terangnya.
Secara makro di level perekonomian negara, Bhima menambahkan, kenaikan tarif PPN 12 persen juga akan mengancam pertumbuhan ekonomi.
Ini karena perekonomian Indonesia dapat tumbuh karena adanya konsumsi rumah tangga berupa orang yang jual-beli produk sehari-hari.
Ketika harga produk sehari-hari bertambah akibat kenaikan tarif PPN 12 persen, konsumsi rumah tangga dapat berkurang. Nantinya, perekonomian negara bisa berhenti tumbuh.
"Pertumbuhan ekonomi bahkan sulit capai 5 persen pada 2025," lanjut Bhima.
Baca juga: Tarif PPN Diwacanakan Naik 1 April 2022, Ini Dampaknya bagi Masyarakat
Lebih lanjut, Bhima menilai, langkah pemerintah untuk menaikkan tarif PPN sebagai usaha menaikkan pendapatan negara. Namun, ini bukan langkah yang tepat.
Dia menyarankan, pemerintah lebih baik memperluas objek yang dikenai pajak untuk memperbanyak rasio pendapatan dari pajak. Cara ini lebih baik daripada mengutak-atik tarif pajak yang harus dibayarkan masyarakat.
"Menaikan tarif pajak itu sama dengan beburu di kebun binatang alias cara paling tidak kreatif," serunya.
Menurutnya, pemerintah bisa mulai membuka pembahasan pemberlakuan pajak pada sektor baru, seperti pajak kekayaan (wealth tax), pajak anomali keuntungan komoditas (windfall profit tax), dan penerapan pajak karbon.
Pajak kekayaan dikenakan kepada setiap aset kekayaan milik seluruh wajib pajak. Objeknya dapat berupa tabungan, deposito, saham, dan logam mulia.
Baca juga: Pajak Hiburan Bioskop Turun Jadi 10 Persen, Apakah Harga Tiket Ikut Turun?
Sementara, pajak anomali keuntungan komoditas, dipungut dari wajib pajak yang mendapatkan keuntungan dan kondisi perekonomian baik.
Untuk pajak karbon, diterapkan terhadap pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Tiga jenis pajak ini, lanjutnya, dapat menjadi alternatif dibatalkannya tarif PPN 12 persen.
Bhima menambahkan, pemberlakuan ketiga pajak tersebut lebih mungkin tidak akan ditolak oleh publik.
"Cara itu tidak akan menimbulkan resistensi dari publik. Justru pajak kekayaan akan mengurangi ketimpangan secara signifikan," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.