Presque vu yang berarti “hampir melihat” ini juga dikenal sebagai fenomena tip-of-the-tongue.
Contohnya, seseorang sedang menikmati permainan trivia bersama teman-temannya. Namun dirinya mendapati bahwa ia tidak dapat mengingat nama yang dimaksud dalam permainan itu.
Sudah sekeras apa pun mencoba dan merasa hampir mengingatnya, ia tetap tidak bisa menemukan nama yang dimaksud.
Menurut penelitian dari Current Directions in Psychological Science, kondisi itu muncul dari pengenalan analogi antara masalah yang belum terpecahkan dan pengalaman masa lalu.
Dengan tidak adanya identifikasi memori spesifik yang dimaksud, perasaan frustasi karena berada di ambang ingatan dapat terjadi.
Baca juga: Psikolog Ungkap 5 Kategori Swafoto, Apa Maknanya?
Contoh dari deja reve adalah ketika seseorang terbangun dari mimpi yang sangat jelas dengan perasaan yang membekas di ingatan.
Kemudian suatu hari, saat mengunjungi sebuah kafe baru, dia tiba-tiba merasakan suatu rasa keakraban yang aneh menyelimutinya.
Dari suasana kafe, aroma kopi dan roti, bahkan percakapan di sekelilingnya, seakan mengembalikannya kembali ke potongan-potongan mimpinya.
Deja reve diartikan sebagai "sudah pernah memimpikan ini".
Deja reve mengacu pada sensasi mengalami sebuah situasi atau peristiwa yang terasa seperti kenangan dari mimpi.
Sebuah studi di jurnal Brain Stimulation mengungkapkan, deja reve terjadi ketika pola saraf atau aktivasi yang mirip dengan mimpi masa lalu dipicu selama kesadaran terjaga.
Baca juga: Warganet Mengaku Terganggu Psikisnya akibat Kecanduan Game, Psikolog: Termasuk Mental Disorder
Adapun deja vecu jika diterjemahkan memiliki arti “sudah pernah menjalani”.
Fenomena ini seringkali disertai dengan respons emosional yang kuat dan rasa disorientasi, seolah-olah garis waktu sudah tidak teratur.
Contoh dari deja vecu adalah seperti seseorang berdiri di tepi tebing dengan menghadap ke ngarai atau lembah yang luas di bawahnya.
Ketika dia menatap pemandangan yang terjal, banjir kenangan memenuhi dirinya, seolah-olah pernah berdiri di tempat itu sebelumnya, merasakan semua emosi yang sama.
Meski tahu betul bahwa dia belum pernah mengunjungi lokasi ini, ia tidak bisa mengatasi rasa keakraban yang luar biasa, di mana ia seolah kembali ke momen di masa lalu.
Studi dari Cognitive Neuropsychiatry menemukan, fenomena ini terjadi ketika proses pengambilan memori otak diaktifkan sebagai respons terhadap rangsangan saat itu yang menyebabkan pengalaman kembali ke peristiwa masa lalu seolah-olah terjadi.
Baca juga: Ramai soal Anak Zaman Sekarang Curhat Broken Home Saat Diminta Cuci Piring, Ini Kata Psikolog
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.