Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan BMKG soal Puting Beliung Terjang Rancaekek dan Jatinangor, Jawa Barat

Kompas.com - 22/02/2024, 09:45 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

"Kondisi tersebut mendukung penguapan di wilayah Jawa Barat," ujarnya.

Selain itu, BMKG Jawa Barat juga mendeteksi kelembapan udara pada lapisan 850-500 mb relatif lembap, yakni 60-95 persen dan sirkulasi siklonik di Samudera Hindia barat Pulau Sumatera.

Baca juga: BMKG: Daftar Wilayah yang Potensi Hujan Lebat 22-23 Februari 2024

 

Kata Rakhmat, sirkulasi siklonik tersebut mengakibatkan terbentuknya pertemuan angin (konfluensi) di sepanjang Pulau Sumatera bagian selatan, Selat Sunda hingga Laut Jawa, serta belokan angin (shearline) di sekitar wilayah Jawa Barat.

"Kondisi ini mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan di sekitar wilayah konfluensi dan belokan angin tersebut," katanya.

"Labilitas atmosfer pada skala lokal berada pada kategori labil sedang hingga kuat," sambung Rakhmat.

Sementara itu, Rakhmat menyampaikan, interpretasi citra radar menunjukkan, terpantau awan konvektif jenis Cumulonimbus di Jatinangor, Sumedang.

Awan Cumulonimbus memiliki reflektivitas maksimum 60-65 dBz pukul 15.30 WIB.

Kondisi yang demikian mengindikasikan potensi hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang.

Baca juga: Kapan Puncak Musim Hujan 2024? Ini Prakiraan BMKG

Imbauan BMKG

Terkait peristiwa puting beliung yang menerjang Bandung dan Sumedang, Rakhmat meminta masyarakat dan instansi terkait agar waspada terhadap terjadinya potensi bencana hidrometeorologis.

Bencana yang dimaksud berupa hujan lebat hingga sangat lebat dalam skala lokal, angin puting beliung, dan hujan es yang dapat mengakibatkan dampak seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, serta dampak kerusakan lainnya.

Ia mengingatkan supaya masyarakat mewaspadai potensi cuaca ekstrem berupa hujan sedang hingga lebat yang disertai angin kencang dan kilat atau petir pada sore hari.

"Terutama pada hari di mana terjadi pemanasan kuat antara pukul 10.00 hingga 14.00 WIB, biasanya ditandai dengan jenis awan yang berwarna gelap dan menjulang tinggi seperti kembang kol dan terkadang memiliki landasan pada puncaknya (awan jenis Cumulonimbus)," saran Rakhmat.

Baca juga: Puting Beliung, Rumah dan Pabrik di Sumedang dan Rancaekek Rusak

Ia menambahkan, dalam tiga hari ke depan diperkirakan terjadi hujan sedang hingga lebat disertai petir atau kilat dan angin kencang pada skala lokal dan durasi singkat antara siang hingga malam hari di wilayah Bandung dan Sumedang.

"Khusus untuk daerah bertopografi curam/bergunung atau rawan longsor agar tetap waspada khususnya pada kejadian hujan dengan intensitas ringan hingga sedang yang terjadi selama beberapa hari berturut-turut," imbuh Rakhmat.

"Pada daerah dataran rendah dan dekat aliran sungai, untuk mewaspadai potensi genangan atau banjir. Selain itu, waspada dengan adanya pohon, reklame, atau benda lain yang bisa roboh saat terjadi angin kencang," pungkasnya.

Baca juga: Ramai Diperbincangkan, Benarkah Indonesia Akan Alami Suhu Panas pada 27 Februari-4 Maret?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

UKT Semakin Mahal dan Janji Prabowo Gratiskan Biaya Kuliah di Kampus Negeri

UKT Semakin Mahal dan Janji Prabowo Gratiskan Biaya Kuliah di Kampus Negeri

Tren
Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Minum Madu Campur Lemon

Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Minum Madu Campur Lemon

Tren
Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Tren
Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com