Tan Malaka merupakan pahlawan yang lahir pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Sumatera Barat, dengan nama lengkap Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka.
Nama Tan Malaka adalah nama semi-bangsawan yang diperoleh dari sang ibu, Sinah Simabur. Sementara itu, ayah Tan Malaka bernama Rasad Caniago, yang juga masih berdarah bangsawan.
Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (2/9/2023), orangtua Tan Malaka bekerja sebagai pegawai pertanian Hindia Belanda.
Semasa kecil, Tan Malaka menjalani pendidikan sekolah rendah. Pada 1908-1913, dia melanjutkan pendidikan di sekolah guru pribumi atau Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Setelah lulus, Tan Malaka mendapatkan rekomendasi dari gurunya, GH Horensma, untuk meneruskan studi ke Belanda.
Saat berusia 17 tahun, Tan Malaka pun berangkat ke Belanda untuk menempuh studi di Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah (Rijksk Weekschool).
Selama menempuh pendidikan di Belanda, Tan Malaka mulai berkenalan dengan gagasan-gagasan revolusioner dan pergerakan sosialis.
Pendidikannya di Eropa pun membuka wawasan luas tentang konflik kelas, kolonialisme, dan keadilan sosial.
Hingga pada 1913, Tan Malaka bergabung dengan Indische Vereeniging, sebuah organisasi pergerakan mahasiswa yang berjuang melawan penindasan kolonial.
Pada saat itulah, dia mulai mengembangkan pandangannya tentang nasionalisme dan keadilan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 2 Juni 1897, Kelahiran Tan Malaka
Tan Malaka memainkan peran penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dia merupakan salah satu pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1920-an yang kemudian menjadi bagian integral dari perjuangan melawan kolonialisme.
Namun, perbedaan pandangan dengan pimpinan PKI mengakibatkan pengasingan Tan Malaka dari partai tersebut.
Tan Malaka menentang pemberontakan PKI pada 1926. Dia pun disalahkan oleh para pendukungnya karena pemberontakan itu gagal.
Setelah tersisih dari PKI, Tan kemudian mengerahkan sebuah kelompok di Bangkok, Thailand yang disebut Partai Republik Indonesia (PARI).
Partai ini bertujuan mengembangkan kader bawah tanah yang akan bekerja di Indonesia. Sosoknya baru kembali ke Jawa pada 1944, saat masa pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II.
Tan Malaka juga merupakan seorang penulis produktif yang banyak menulis tentang nasionalisme, sosialisme, dan kemerdekaan.
Selain Naar de Republiek Indonesia, salah satu karyanya yang terkenal adalah Madilog yang merupakan kependekan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika.
Di buku tersebut, Tan Malaka menggabungkan teori Marxisme dengan kebudayaan lokal.
Karya ini pun menjadi landasan bagi banyak aktivis dan pemikir Indonesia dalam memahami hubungan antara ekonomi, sosial, dan politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.