KOMPAS.com - Puluhan perguruan tinggi melontarkan kritik dan peringatan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas sikapnya dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Petisi dan kritik dari guru besar dan sivitas akademika ini berkenaan dengan kondisi demokrasi di tengah pesta demokrasi lima tahunan.
Ini bermula dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menyampaikan Petisi Bulaksumur pada 31 Januari 2024.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (2/2/2024), sivitas akademika UGM melalui Petisi Bulaksumur menuntut agar Presiden Jokowi kembali ke koridor demokrasi.
Sehari berikutnya, 1 Februari 2024, akademisi kampus Universitas Islam Indonesia (UII) mengeluarkan pernyataan sikap "Indonesia Darurat Kenegarawanan".
Melalui pernyataan tersebut, sivitas akademika UII mengaku prihatin terhadap sikap Jokowi yang memperburuk situasi demokrasi Indonesia.
Baca juga: Noda Pemilu 2024, Pelanggaran Etik Ketua MK-KPU dan Peringatan Para Guru Besar untuk Pemerintah
Rasa keprihatinan serupa diungkapkan oleh sivitas akademika Universitas Indonesia (UI) yang menyampaikan deklarasi kebangsaan di Rotunda, UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024).
Deklarasi kebangsaan yang dibacakan oleh Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo itu berisi tentang kritik mengenai situasi demokrasi Indonesia saat ini.
Kritik dan petisi pun merambat ke puluhan kampus di seluruh Indonesia hanya dalam beberapa hari terakhir.
Lantas, mana saja kampus yang menyerukan kritik ke Jokowi?
Baca juga: Profil Butet Kertaredjasa, Seniman yang Sempat Dilaporkan karena Diduga Menghina Jokowi
Berikut daftar kampus yang menyatakan sikap kritik terhadap Presiden Jokowi hingga Selasa (6/2/2024):
Baca juga: Guru Besar Ramai-ramai Kritik Jokowi, Begini Respons Kubu Amin, TPN, TKN, dan Istana
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (4/2/2024), desakan agar Jokowi menjadi penyelenggara negara yang mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 dengan jujur dan adil, hanya ditanggapi santai.
Jokowi mengatakan, pernyataan para guru besar dan sivitas akademika sejumlah universitas tersebut merupakan bagian demokrasi.
"Ya itu hak demokrasi. Setiap orang boleh berbicara, berpendapat. Silakan," ujar Jokowi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).
Kendati demikian, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, Jokowi hanya menyampaikan respons normatif saat mengutarakan pernyataan tersebut.
Jika Presiden menganggap sikap para sivitas akademika tidak substansial, maka ia akan menganggap itu sebagai angin lalu.
Sebaliknya, jika kritik dan petisi yang dilayangkan dianggap penting, Jokowi seharusnya mengambil sikap nyata untuk memperbaiki.
"Kalau menganggap ajakan-ajakan dan suara dari profesor-profesor itu penting, ya harus sejalan, jangan ada upaya-upaya yang memang menabrak jalur-jalur demokrasi," kata Adi, Sabtu (3/2/2024).
Baca juga: Media Asing Soroti Sinyal Jokowi yang Dukung Prabowo di Pilpres 2024
Menurut Adi, pernyataan sikap sivitas akademika merupakan penebalan dari kritik yang telah lebih dulu disampaikan masyarakat sipil, mahasiswa, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengenai kondisi demokrasi di Tanah Air.
Hanya saja, para guru besar memiliki pemahaman dan informasi politik di atas rata-rata, serta kedalaman pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Kalau sudah guru besar yang bicara, ini ada level kedaruratan, ada darurat yang cukup serius yang mestinya harus disikapi," kata dia.
Adi pun tak memungkiri bahwa pernyataan sikap dari sivitas akademika rawan dianggap politis. Bahkan, ada yang menuding gerakan ini menggembosi pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu.
Namun, Adi menekankan, sikap para guru besar berlandaskan pada gerakan politik moral, bukan pada kekuasaan politik partisan.
"Politik kebangsaan politik moralitas, bukan politik partisan. Toh yang dikritik Presiden, tidak pernah mengkritik paslon tertentu," tuturnya.
Lagi pula, lanjut Adi, para guru besar menyampaikan kritik guna menjaga demokrasi bangsa, seperti imbauan netralitas presiden, aparatur pemerintah, hingga TNI dan Polri.
Sikap kritis para sivitas akademika tersebut, menurutnya, bukan ditujukan kepada capres-cawapres tertentu.
"Jangan ada pihak-pihak tertentu yang seakan-akan merasa terzalimi, playing victim, apalagi baper ketika ada kelompok kampus mengkritik pemerintah. Tidak ada urusannya dengan capres," tandasnya.
(Sumber: Kompas.com/Alinda Hardiantoro | Editor: Rizal Setyo Nugroho, Fitria Chusna Farisa)
Baca juga: Deretan Orang Dekat Jokowi yang Mundur demi Dukung Ganjar, Terbaru Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.