Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Kebiasaan, Ahli Gizi Ungkap Efek Samping Makan Mi Campur Nasi

Kompas.com - 19/01/2024, 08:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

Menurutnya, konsep Isi Piringku menggambarkan porsi sekali makan yang terdiri dari 50 persen buah dan sayuran serta 50 persen, sisanya makanan pokok dan lauk-pauk.

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Isi Piringku mengharuskan suatu makanan memenuhi:

Baca juga: Manfaat Konsumsi Nasi Beku, Benarkah Cocok untuk Penderita Diabetes?

  • 1/6 piring makan berupa buah berbagai jenis dan warna
  • 1/3 piring makan berupa berbagai jenis sayuran
  • 1/6 piring merupakan lauk-pauk protein, baik hewani maupun nabati
  • 1/3 piring berupa makanan pokok yang terdiri dari karbohidrat kompleks seperti biji-bijian dan beras, sebaiknya bukan karbohidrat simpleks, termasuk tepung dan gula

Menurut Tan, mi terbuat dari tepung atau karbohidrat rafinasi yang bukan merupakan bahan pangan utuh.

Berbeda dengan karbohidrat kompleks, makanan jenis ini lebih mudah dicerna tubuh menjadi gula, sehingga kadar glukosa darah lebih cepat naik.

Saat gula darah naik, tubuh akan segera bereaksi dengan "memerintahkan" pankreas untuk melepaskan insulin, yang membuat kadarnya cepat turun.

Kondisi tersebut, lanjut Tan, dapat menyebabkan kegemukan karena lonjakan kadar gula berlebihan.

Baca juga: 5 Efek Samping Sarapan Mi Instan, Waspadai Sakit Kepala dan Mual

Makan mi dan nasi justru lebih mudah lapar

Tan mengungkapkan, hanya mengonsumsi karbo tanpa adanya sumber protein dan serat dari bahan pangan lain, justru akan meningkatkan rasa lapar.

"Mudah lapar dan mudah sakit. Ya karena tidak ada serat, protein dan lemak jadi dipecah, gula darah naik kecepatan. Gula yoyo (naik turun)," tuturnya.

Bukan hanya itu, meski tidak terjadi dalam jangka pendek, konsumsi dua sumber karbo secara bersamaan juga dapat memicu diabetes.

Tan menambahkan, terlalu sering makan kombinasi nasi dan mi pun secara tidak langsung meningkatkan risiko penyakit jantung.

"Masalah jantung bukan penyakit dadakan yang disebabkan pola makan saat itu juga. Tapi orang-orang yang makan nasi dan mi bisa saja masih belum paham soal gizi seimbang," kata dia.

Jika kebiasaan tak mengikuti asupan gizi seimbang terus berlanjut, menurutnya, akan membawa efek samping yang dapat merambat ke mana-mana.

"Diawali dengan gula darah yoyo, sindrom metabolik atau kegemukan, dan ujung-ujungnya masalah jantung dan pembuluh darah," ungkap Tan.

"Dan sekali lagi, kebiasaan. Orang yang doyan makan mi punya kebiasaan juga makan produk jadi lainnya. Bihun, kwetiau, aneka jenis mi lain," tandasnya.

Baca juga: Ramai soal Sindrom Nasi Goreng, Apa Itu?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com