Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan BI soal Cara Pengolahan Uang Tidak Layak Edar Jadi Bahan Bakar CPO

Kompas.com - 18/01/2024, 15:15 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bank Indonesia mengambil kebijakan mengolah 1,3 ton uang tidak layak edar sebagai bahan bakar pengolahan crude palm oil (CPO) di Kepulauan Bangka Belitung.

Dalam hal ini, pihak Bank Indonesia bekerja sama dengan PT Bangka Agro Mandiri sebagai upaya pengimplementasian ekonomi hijau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Rabu (17/1/2024), Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim mengatakan, pemusnahan uang yang dilakukan sudah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011.

"(Pemusnahan) dilakukan terhadap uang tidak layak edar karena kondisinya yang lusuh, rusak, cacat, atau dicabut dan ditarik dari peredaran," jelas Marlison.

Lantas, bagaimana cara pengolahan uang tidak layak edar menjadi bahan bakar CPO? 

Baca juga: CDO, CPO, DPO, dan Masa Transisi Perlindungan Data Pribadi Korporasi


Cara pengolahan uang tidak layak edar 

Marlison menjelaskan, uang tidak layak edar dimusnahkan dengan cara diracik menggunakan mesin sortasi dan mesin racik uang kertas hingga menjadi serpihan berukuran kecil yang tidak lagi menyerupai uang.

Serpihan uang yang sudah diolah ini disebut sebagai Limbah Racik Uang Kertas (LRUK).

Adapun tujuan melakukan pemusnahan uang ini adalah untuk mendukung inisiatif global dan pemerintah dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang sejalan dengan program SDGs, Paris Agreement, dan Bali Declaration.

Sebelum praktik pemusnahan uang ini dilakukan, BI sudah lebih dulu melakukan kajian bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk pengelolaan LRUK yang lebih ramah lingkungan.

Baca juga: Banyak Pohon Besar Tumbang di Jakarta, Ketua DPP PAN Minta Pemprov dan Masyarakat Saling Koordinasi

Siapa saja yang bisa menggunakan?

Berdasarkan dari hasil kajian yang diperoleh disimpulkan bahwa LRUK tidak termasuk bahan berbahaya (B3).

Sebab, LRUK dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti batu bara (biomassa) dan menghasilkan kalori yang setara dengan batu bara tipe menengah.

Dengan begitu, LRUK dapat digunakan oleh industri untuk mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan batu bara atau pun sebagai bahan biomassa, seperti cangkang sawit atau kulit sawit yang biasa digunakan untuk bahan bakar CPO.

Bank Indonesia sudah menentukan industri-industri yang memenuhi kriteria untuk mengolah LRUK, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pabrik semen, pabrik kelapa sawit, pabrik pupuk, dan UMKM Kriya.

Industri yang sudah dipilih oleh BI ini telah melewati seleksi ketat dan melalui proses penilaian dari berbagai aspek, seperti aspek lingkungan, operasional, dan reputasi.

Proses seleksi ketat memang sengaja dilakukan agar BI bisa mendapatkan industri terbaik untuk mengolah LRUK.

"Kebijakan pemanfaatan LRUK sebagai bahan bakar pengganti batu bara dan sebagai biomassa di industri ini telah melalui tahapan uji coba yang ketat," ucap Marlison.

Tidak hanya itu saja, pihak Bank Indonesia juga akan ikut mengawasi langsung pelaksanaan program pemanfaatan LRUK sebagai biomassa di industri dan melakukan evaluasi yang relevan.

Praktik pemanfaatan LRUK sebagai bahan bakar industri sendiri sudah banyak dilakukan di berbagai negara lain, seperti Amerika Serikat, Inggris, Meksiko, China, Jepang, dan India.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com