Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Anwar Usman Usai Diberhentikan dari Ketua MK, Bantah Sindiran Mahkamah Keluarga dan Merasa difitnah

Kompas.com - 08/11/2023, 18:35 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman buka suara usai diberhentikan dari jabatannya mulai Selasa (7/11/2023).

Dia mengaku telah mengetahui upaya politisasi yang ditujukan kepada dirinya hingga ia dicopot dari jabatan Ketua MK.

"Sesungguhnya, saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar, upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai obyek dalam berbagai Putusan MK dan Putusan MK terakhir, maupun tentang rencana pembentukan MKMK, telah saya dengar jauh sebelum MKMK terbentuk," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Rabu.

Dia juga mengatakan telah mendengar skenario adanya upaya pembunuhan karakter dan kariernya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyampaikan putusan MKMK terkait nasib kariernya.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata dia, dikutip dari laman MKMK.

Anwar Usman sebagai Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK, Ini Daftar Kode Etik yang Dilanggar

Bantah sindiran "Mahkamah Keluarga"

Anwar juga buka suara soal tuduhan publik yang menyebut bahwa dirinya terlibat konflik kepentingan pribadi dan keluarga saat menangani kasus dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.

"Bahkan ada yang tega mengatakan MK sebagai Mahkamah Keluarga," kata dia, dilansir dari laman Youtube Kompas.com.

Menurutnya, tuduhan itu harus diluruskan. Dia mengeklaim bahwa sebagai seorang negarawan, dirinya harus berani mengambil keputusan demi generasi yang akan datang.

"Jadi sebuah keputusan Mahkamah Konstitusi bukan berlaku untuk hari ini. Tapi berlaku untuk generasi yang akan datang," terang dia.

Dia membandingkan hal tersebut dengan politikus yang cenderung mengambil keputusan untuk kepentingan Pemilu.

Baca juga: Pertaruhan Kubu Prabowo-Gibran Usai Anwar Usman Terbukti Langgar Etik...

Merasa difitnah keji

Di akhir masa jabatannya sebagai Ketua MK, Anwar juga mengaku merasa difitnah dengan keji.

"Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karir selama hampir 40 tahun, dilumatkan oleh sebuah fitnah yang amat keji dan kejam. Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta," ungkapnya.

Menurutnya, fitnah itu ditujukan kepadanya terkait penanganan gugatan batas minimal usia capres-cawapres dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya, di ujung masa pengabdian saya sebagai hakim, demi meloloskan pasangan calon tertentu," akunya.

Dia juga merasa difitnah oleh publik menggunakan dalil-dalil agama untuk kepentingan pribadinya.

Dalam beberapa kesempatan, Anwar memang kerap menyampaikan nukilan cerita di dalam Al Quran dan kisah para sahabat nabi tentang pentingnya menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.

Dia mengaku, kebiasaan itu memang dilakukannya sebagai pegangan, terlebih menilik latar belakang dirinya yang pernah menjadi guru agama.

Sebaliknya, gugatan soal usia minimum capres-cawapres di MK menurut Anwar adalah menyangkut norma dan bukan kasus konkret.

Adapun putusan juga perlu kolektif kolegial oleh 9 hakim konstitusi, bukan oleh ketua semata.

Anwar menekankan, pada akhirnya, yang menentukan presiden dan wakil presiden adalah rakyat dengan hak pilihnya.

Baca juga: Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK, Ini Daftar Kode Etik yang Dilanggar

MKMK dinilai langgar aturan

Dalam keterangannya, Anwar juga menuding bahwa MKMK telah menyalahi aturan yang berlaku di mana sidang pemeriksaan pelapor dilakukan secara terbuka.

"Saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK, dilakukan secara terbuka. Hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan," kata dia.

Menurutnya, tindakan itu tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan yang dimaksudkan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi.

"Dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan, yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi, baik secara individual, maupun secara institusional," lanjut Anwar.

Dikutip dari Kompas.com, Rabu, pada awal persidangan, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengakui bahwa sidang etik semestinya tertutup sebagaimana diatur dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK.

Namun, Jimly meminta persetujuan para pelapor agar sidang pemeriksaan pelapor dibuka demi transparansi.

Di sisi lain, Anwar juga mempersoalkan sanksi yang dijatuhkan kepadanya berupa pencopotan dari Ketua MK.

Menurutnya, mengacu pada Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 hanya mengatur 3 jenis sanksi, yaitu teguran lisan, tertulis, dan pemberhentian tidak dengan hormat.

"Meski dengan dalih melakukan terobosan hukum, dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma, terhadap ketentuan yang berlaku," tandas Anwar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com