Sementara itu, menurut Mark Miller, seorang profesor ilmu atmosfer di Rutgers University mengatakan, ukuran rata-rata tetesan air dari awan lebih kecil daripada jari-jari rambut manusia.
Kendati demikian, ada sesuatu yang melawan penurunan yang lambat tersebut, dan di situlah ilusi itu muncul.
Aliran udara yang naik membuat tetesan air yang menyatu tetap melayang, bahkan ketika mereka berangsur-angsur jatuh.
"Mereka tampak melayang karena pada dasarnya, mereka jatuh dengan kecepatan yang lebih lambat atau sama dengan kecepatan updraft di awan," kata Miller.
Dalam artian, partikel-partikel itu jatuh dan naik pada saat yang bersamaan.
Miller mengungkapkan, udara yang naik menyenggol jutaan tetesan air, dan membentuk awan yang terlihat dari bawah.
Awan berfluktuasi karena udara yang naik bercampur dengan tetesan air saat mereka mengembun dan menguap.
"Awan sebenarnya terbentuk dan menguap dengan kecepatan yang membuat mereka tampak agak diam," kata Miller.
"Anda tidak benar-benar melihat gerakan tetesan awan sama sekali," kata Miller. "Yang Anda lihat hanyalah jejak dari gerakan berskala lebih besar di atmosfer."
Baca juga: Ramai soal Fenomena Scarf Cloud, Pelangi Melingkari Awan yang Menggumpal, Ini Penjelasan BRIN
Dilansir dari Kompas.com (1/2/2023), terdapat beberapa unsur yang dapat memengaruhi terbentuknya awan.
Berikut beberapa di antaranya:
1. Angin
Angin yang tinggi, terjadi evaporasi yang besar sehingga mempercepat terbentuknya awan.
2. Tekanan udara
Dengan adanya pergerakan tekanan udara yang ditimbulkan maka memengaruhi pergerakan awan.
3. Kelembaban udara
Semakin tinggi kelembaban udara, awan akan terlihat semakin mendung.
4. Wujud awan
Wujud atau bentuk awan tergantung dari berbagai hal, yaitu: