Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aris Marfai
Kepala Badan Informasi Geospasial

Professor Geografi

Urgensi Kebijakan Satu Peta

Kompas.com - 25/07/2023, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAMPIR semua sektor pembangunan, terutama yang berbasis kewilayahan, memerlukan data dan informasi geospasial dalam bentuk peta.

Sekedar menyebut contoh, di sektor pertanian ada peta hortikultura dan peta kawasan perkebunan. Sektor agraria dan pertanahan ada peta hak ulayat dan peta hak guna bangunan. Sektor pemerintahan dalam negeri ada peta batas administrasi. Sektor pembangunan pedesaan terdapat peta kawasan transmigrasi.

Baca juga: Informasi Geospasial untuk Kemudahan Investasi

Sektor migas misalnya ada peta kawasan pertambangan dan peta kawasan kerja migas. Sektor perekonomian ada peta kawasan ekonomi khusus dan peta zona perdagangan bebas. Sektor pemerintahan hubungan luar negeri terdapat peta batas darat negara dan peta batas laut negara.

Sektor kehutanan ada peta mangrove dan peta kawasan hutan rakyat. Sektor pendidikan mempunyai peta cagar budaya dan peta persebaran fasilitas pendidikan. Sektor pertahanan terkait peta kawasan wilayah pertahanan. Sektor kelautan mempunyai peta rencana tata ruang laut dan peta terumbu karang.

Sektor informatika ada peta jaringan serat optik. Sektor pekerjaan umum terdapat peta jalan tol nasional, peta persebaran rusunawa, dan lain sebagainya. Sektor perhubungan terkait peta persebaran bandara dan persebaran terminal. Tentunya masih banyak lagi contoh lainnya.

Kita bisa bayangkan seandainya peta-peta yang dihasilkan oleh masing-masing sektor, yang tentunya sangat krusial untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembanguan sektoral tersebut, dibuat dengan sistem referensi yang berbeda, dengan standar yang berbeda dan dengan basis data yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Tentu hasilnya sangat tidak efektif dan inefisien. Antara peta yang satu dengan yang lainnya tidak bisa ditumpangsusunkan, tidak bisa dikompilasikan, dan apalagi dintegrasikan. Jika dipaksakan, hasilnya akan terjadi kekacauan terkait urusan pemetaan.

Dengan sistem referensi yang sama, yaitu sistem pengukuran dan metode pemetaan yang sama, maka akan dihasilkan produk peta yang lebih konsisten dan kredibel. Penggunaan standar yang sama, yaitu dengan menggunakan aturan, prosedur dan spesifikasi yang sama, akan menghasilkan konsistensi format, kaidah dan aspek teknis yang sama. 

Dengan demikian bisa mempermudah pertukaran informasi antar sektor/instansi apabila diperlukan. Dengan basis data yang sama, misalnya, rujukan peta dasar yang sama, rujukan citra satelit yang sama, maupun rujukan sumber data statistik yang sama, akan menghasilkan peta dengan konsistensi yang sama dan akan lebih mudah digunakan untuk analisis lanjutan.

Kebijakan Satu Peta

Untuk itu penting diterapkan kebijakan satu peta (KSP) dengan mengacu pada satu referensi, satu standar, dan satu basis data yang sama sehingga memberikan kemudahan dalam melakukan kompilasi, integrasi, sinkronisasi, dan berbagi pakai.

Kompilasi dalam KSP merujuk pada proses pengumpulan informasi geospasial tematik atau peta tematik sektoral dari setiap kementerian dan lembaga. Sedangkan integrasi adalah penggabungan data dan informasi geospasial dari setiap sektor, mencakup data spasial dan data atribut yang ada di dalamnya.

Sinkronisasi merupakan upaya untuk memastikan bahwa data spasial dari setiap sektor tersebut padu-padan satu dengan lainnya dan tidak ada tumpang tindih batas.

Baca juga: Presiden Jokowi: Banyak yang Ketakutan dengan Kebijakan Satu Peta

Setelah sukses dengan KSP tahap pertama yang terdiri atas 85 peta tematik dari 19 kementerian dan lembaga, di 34 propinsi (sesuai amanah Perpres 21 Tahun 2016), maka saat ini dilakukan program percepatan KSP melalui Perpres 23 Tahun 2021 dengan melibatkan 158 peta tematik dari 24 kementerian dan lembaga, di 34 propinsi.

Tentu tantangannya semakin berat. Sampai saat ini, semua peta tematik sudah terkompilasi. Sementara itu sudah 116 peta tematik terintegrasi, dan akan segera dilanjutkan dengan sinkronisasi.

KSP penting untuk mendorong konsistensi data geospasial yang menjadi rujukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Data KSP dikumpulkan pada sistem yang sama secara terintegrasi, sehingga akan ada efisensi dan menghindari duplikasi.

Terintegrasinya KSP dalam satu sistem memberikan kemudahan akses bagi setiap instansi dan memudahkan pemanfaatan data/berbagi-pakai data antara satu instansi dengan instansi yang lainnya, sehingga akan terjadi penghematan pembiayaan.

KSP juga akan memberikan keterbukaan dan transparansi data kepada masyarakat. Lebih lanjut KSP juga mempunyai urgensi untuk memberikan dukungan kemudahan dalam proses perencanaan tata ruang, proses perizinan berbasis lokasi, dan mendeteksi kemungkinan tumpang tindih pemanfaatan lahan, serta menjadi rujukan penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, termasuk rujukan penyelesaian 4,6 juta hektare lahan tumpang tindih yang ada saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

Tren
7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com