Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Urgensi Kebijakan Satu Peta

Sekedar menyebut contoh, di sektor pertanian ada peta hortikultura dan peta kawasan perkebunan. Sektor agraria dan pertanahan ada peta hak ulayat dan peta hak guna bangunan. Sektor pemerintahan dalam negeri ada peta batas administrasi. Sektor pembangunan pedesaan terdapat peta kawasan transmigrasi.

Sektor migas misalnya ada peta kawasan pertambangan dan peta kawasan kerja migas. Sektor perekonomian ada peta kawasan ekonomi khusus dan peta zona perdagangan bebas. Sektor pemerintahan hubungan luar negeri terdapat peta batas darat negara dan peta batas laut negara.

Sektor kehutanan ada peta mangrove dan peta kawasan hutan rakyat. Sektor pendidikan mempunyai peta cagar budaya dan peta persebaran fasilitas pendidikan. Sektor pertahanan terkait peta kawasan wilayah pertahanan. Sektor kelautan mempunyai peta rencana tata ruang laut dan peta terumbu karang.

Sektor informatika ada peta jaringan serat optik. Sektor pekerjaan umum terdapat peta jalan tol nasional, peta persebaran rusunawa, dan lain sebagainya. Sektor perhubungan terkait peta persebaran bandara dan persebaran terminal. Tentunya masih banyak lagi contoh lainnya.

Kita bisa bayangkan seandainya peta-peta yang dihasilkan oleh masing-masing sektor, yang tentunya sangat krusial untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembanguan sektoral tersebut, dibuat dengan sistem referensi yang berbeda, dengan standar yang berbeda dan dengan basis data yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Tentu hasilnya sangat tidak efektif dan inefisien. Antara peta yang satu dengan yang lainnya tidak bisa ditumpangsusunkan, tidak bisa dikompilasikan, dan apalagi dintegrasikan. Jika dipaksakan, hasilnya akan terjadi kekacauan terkait urusan pemetaan.

Dengan sistem referensi yang sama, yaitu sistem pengukuran dan metode pemetaan yang sama, maka akan dihasilkan produk peta yang lebih konsisten dan kredibel. Penggunaan standar yang sama, yaitu dengan menggunakan aturan, prosedur dan spesifikasi yang sama, akan menghasilkan konsistensi format, kaidah dan aspek teknis yang sama. 

Dengan demikian bisa mempermudah pertukaran informasi antar sektor/instansi apabila diperlukan. Dengan basis data yang sama, misalnya, rujukan peta dasar yang sama, rujukan citra satelit yang sama, maupun rujukan sumber data statistik yang sama, akan menghasilkan peta dengan konsistensi yang sama dan akan lebih mudah digunakan untuk analisis lanjutan.

Kebijakan Satu Peta

Untuk itu penting diterapkan kebijakan satu peta (KSP) dengan mengacu pada satu referensi, satu standar, dan satu basis data yang sama sehingga memberikan kemudahan dalam melakukan kompilasi, integrasi, sinkronisasi, dan berbagi pakai.

Kompilasi dalam KSP merujuk pada proses pengumpulan informasi geospasial tematik atau peta tematik sektoral dari setiap kementerian dan lembaga. Sedangkan integrasi adalah penggabungan data dan informasi geospasial dari setiap sektor, mencakup data spasial dan data atribut yang ada di dalamnya.

Sinkronisasi merupakan upaya untuk memastikan bahwa data spasial dari setiap sektor tersebut padu-padan satu dengan lainnya dan tidak ada tumpang tindih batas.

Setelah sukses dengan KSP tahap pertama yang terdiri atas 85 peta tematik dari 19 kementerian dan lembaga, di 34 propinsi (sesuai amanah Perpres 21 Tahun 2016), maka saat ini dilakukan program percepatan KSP melalui Perpres 23 Tahun 2021 dengan melibatkan 158 peta tematik dari 24 kementerian dan lembaga, di 34 propinsi.

Tentu tantangannya semakin berat. Sampai saat ini, semua peta tematik sudah terkompilasi. Sementara itu sudah 116 peta tematik terintegrasi, dan akan segera dilanjutkan dengan sinkronisasi.

KSP penting untuk mendorong konsistensi data geospasial yang menjadi rujukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Data KSP dikumpulkan pada sistem yang sama secara terintegrasi, sehingga akan ada efisensi dan menghindari duplikasi.

Terintegrasinya KSP dalam satu sistem memberikan kemudahan akses bagi setiap instansi dan memudahkan pemanfaatan data/berbagi-pakai data antara satu instansi dengan instansi yang lainnya, sehingga akan terjadi penghematan pembiayaan.

KSP juga akan memberikan keterbukaan dan transparansi data kepada masyarakat. Lebih lanjut KSP juga mempunyai urgensi untuk memberikan dukungan kemudahan dalam proses perencanaan tata ruang, proses perizinan berbasis lokasi, dan mendeteksi kemungkinan tumpang tindih pemanfaatan lahan, serta menjadi rujukan penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, termasuk rujukan penyelesaian 4,6 juta hektare lahan tumpang tindih yang ada saat ini.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/25/094021965/urgensi-kebijakan-satu-peta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke