KOMPAS.com - Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 di sejumlah daerah mendapatkan sorotan terkait penerapan sistem zonasi.
Sistem zonasi diharapkan membuat peserta didik yang lebih dekat ke sekolah berpeluang lebih tinggi diterima masuk di sekolah tersebut.
Namun untuk mensiasati kebiajakn ini, banyak orangtua menitipkan nama anak ke Kartu Keluarga (KK) warga di sekitar sekolah favorit.
Hni dilakukan agar anak bisa masuk ke sekolah tersebut meskipun rumahnya jauh dari zona sekolah.
Temuan tersebut diungkakan Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim.
Menurut Salim, fenomena titip nama pada KK warga di dekat sekolah telah melenceng dari tujuan utama PPDB. Persoalan tersebut juga menjadi masalah klasik yang terjadi tiap tahun ajaran baru.
Oleh karena itu pihkanya mendesak agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI meninjau ulang dan mengevaluasi kebijakan zonasi tersebut.
"Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek," kata Salim dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/7/2023).
Baca juga: 5 Masalah yang Muncul dalam PPDB Zonasi, P2G: Evaluasi Total dan Tinjau Ulang
Terkait masalah zonasi, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Dirjen PDM), Iwan Syahril mengatakan bahwa pemerintah daerah (pemda) memiliki keleluasaan menentukan susunan calon peserta didik yang bisa mendaftar ke PPDB di daerahnya masing-masing.
Hal tersebut karena pemerintah daerah dinilai yang paling mengetahui bagaimana kondisi serta apa yang menjadi kebutuhan terkait penyelenggaraan pendidikan di daerah masing-masing.
Iwan menjelaskan, setiap daerah memiliki empat jalur pendaftaran PPDB tahun ajaran 2023/2024, di antaranya:
Menurutnya, empat jalur ini seharusnya memberikan kesempatan adil bagi setiap peserta didik. Jalur zonasi juga bukan satu-satunya seleksi yang ada di PPDB.
“Prinsip pelaksanaan PPDB dilakukan tanpa diskriminasi, kecuali bagi sekolah yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu,” kata Iwan melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (13/7/2023).
Oleh karena itu, ketika terjadi laporan masalah, ia menyatakan Kemendikbudristek mendukung pemerintah daerah melakukan koordinasi, audit, dan evaluasi terhadap teknis pelaksanaan PPDB di daerahnya masing-masing.
Baca juga: Migrasi Domisili KK, Siasat Mengelabui PPDB demi Incar Sekolah Favorit
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau dinas pendidikan setempat memberikan sosialisasi dan pengawasan secara ketat agar pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.
Pihaknya meminta sebelum penyelenggaraan PPDB tingkat SMP, pihak SD harus memberikan sosialisasi kepada orangtua murid kelas 6.
"Lalu, sebelum penyelenggaraan PPDB SMA, ada sosialisasi yang diberikan SMP untuk orangtua murid dan peserta didik kelas 9 di sekolah sebelumnya (SMP) sehingga mereka dapat pencerahan. Kami meminta disdik (dinas pendidikan) untuk menjalankan fungsi ini,” kata Chatarina.
Kemendikbudristek juga akan mengevaluasi regulasi PPDB yang saat ini berlaku untuk mengatasi kecurangan administrasi, melakukan pengawasan yang lebih ketat di lapangan, dan membentuk satuan tugas di tingkat pemda.
Selain itu, komunikasi efektif akan diberlakukan kepada pemda, unit pelaksana tugas, dan berbagai komunitas untuk memaksimalkan sosialisasi serta menyusun rencana kebijakan di setiap daerah.
Untuk menghadapi laporan kecurangan selama PPDB, Chatarina menyebut Kemendikbudristek memiliki beberapa produk hukum yang bisa digunakan.
Contohnya, Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, serta Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.