Sementara definisi TPPO adalah praktik perdagangan orang. Korban berada di bawah kendali seseorang.
Di satu sisi, pekerja migran ilegal adalah manusia merdeka. Mereka hanya berpotensi mudah dieksploitasi dan lemah dalam mendapatkan haknya sebagai pekerja. Kasus-kasus semacam itu menimpa banyak pekerja migran di sektor domestik di Malaysia dan Arab Saudi. Namun di Taiwan dan Hongkong, pekerja migran di sektor domestik mendapat perlakukan baik.
Isu TPPO muncul karena ada pejabat pemerintah tidak bisa memisahkan antara jasa penyalur orang bekerja dengan perdagangan orang. Secara kasat mata, jasa penyalur tenaga kerja memang mirip seperti perdagangan orang. Penyalur mendapat keuntungan dari orang yang disalurkannya bekerja.
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI) atau agen d luar negeri adalah usaha profit oriented, yang mencari keuntungan dari jasa dilakukannya. Kegiatan bisnis ini legal dan dijamin undang-undang Indonesia dan hukum internasional. Namun kauntungan itu bukan diambil dari pekerja migran, tetapi dari jasa employer atau majikan yang mengunakan jasa P3MI atau fee konsultan.
Jika terjadi praktik-praktik penipuan, overcharging (mengambil keuntungan pada pekerja migran), pemalsuan dokumen, dan berbagai praktik kotor lainnya, itu adalah tindak kriminalitas yang harus dibasmi. Namun hal tersebut bukan praktik TPPO. Itu adalah oknum dalam ekosistem ketenagakerjaan.
Hal tersebut terjadi juga pada kegiatan lain, seperti di dunia perbankan, outsourching, dunia kepolisian, dan sebagainya.
Pekerja migran ilegal dari Indonesia jumlahnya lebih dari 50 persen, yaitu 5 juta orang dari 9 juta pekerja migran Indonesia di seluruh dunia. Hal itu tentu menjadi perhatian. Ada yang salah dalam sistem tata kelola ketenagakerjaan migran Indonesia. Proses yang panjang, banyak peraturan yang tidak praktis, pelarangan atas hak asasi manusia bekerja (kasus Arab Timur Tengah), intervensi pasar kerja, serta praktik monopoli adalah faktor penyebab pekerja migran banyak "loncat pagar" saat bekerja ke luar negeri.
Fakta ini harus disadari bersama, bukan melarikannya ke kasus TPPO.
Dunia pekerja migran Indonesia saat ini bukanlah pekerja berketerampilan tinggi (high skil) seperti dokter, akuntan, enginer, konsultan, peneliti dan sebagainya. Walau ada warga negara Indonesia yang bekerja di sektor tersebut, serapannya sangat kecil. Indonesia sendiri pun membutuhkan skill pekerja seperti itu dan di sini mereka dihargai layak.
SDM pekerja migran Indonesia saat ini hanya dituntut kesediaan bekerja, ketangkasan dalam menjalankan pekerjaan yang diarahkan pimpinan, sikap, etos kerja, dan kemampuan bahasa negara penempatan.
Semua syarat tersebut terpenuhi oleh penduduk Indonesia, bahkan dunia mengakui kelebihan pekerja Indonesia. Pekerja Indonesia terkenal multi tasking dan memiliki sikap bagus. Kelemahannya hanya kemampuan berbahasa Inggris. Beda dengan Filipina, India dan berbagai negara sumber tenaga kerja migran lainnya.
Dalam strata kependudukan Indonesia, penduduk berpendidikan tamatan SMP ke bawah 65 persen. Berpendidikan tingkat SMA/SMK 21 persen. Mereka butuh lapangan pekerjaan untuk menafkahi hidupnya dan keluarganya.
Seharusnya, orientasi kita adalah bagaimana merebut bursa kerja global dan menjadikan pekerja migran sebagai pekerja handal dan profesional. Pemerintah bisa membangun sebuah sistem yang praktis, memudahkan, dan melindungi hak-hak pekerja migran.
Indonesia cukup membagi dunia ketenagakerjaan migran Indonesia menjadi dua bagian, yaitu, pekerja migran informal dan formal. Pekerja migran informal bekerja di sektor pekerja domestik (pekerja rumah tangga, perawat tua jumpo, pengasuh anak, atau juru masak) dengan cara membangun tata kelola khusus dalam pelindungan hak-haknya dan keselamatan saat bekerja.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah bisa meniru penempatan pekerja migran ke Taiwan dan Hongkong yang selama ini berlangsung relatif nyaman dan sukses.
Sementara, untuk pekerja migran formal bagi tamatan SMA/SMK, negara cukup hadir dalam memperjuangkan peningkatan upah yang lebih menyejahterakan dan melobi negara penempatan tidak diskriminatif terhadap pekerja migran. Di sektor pekerjaan formal, negara bisa hadir dalam bentuk pendataan saja. Pemerintah tidak perlu intervensi berlebihan, karena sektor pekerjaan ini relatif aman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.