Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Merebut Pasar Tenaga Kerja Global

Kompas.com - 12/07/2023, 09:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Serapan tenaga kerja dalam negeri dari hasil investasi sepanjang 2022 hanya 1.305.001 orang. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan serapan tenaga kerja di tahun 2023 hanya akan mencapai 1,35 juta sampai 1,4 juta orang.

Penyerap tenaga kerja paling banyak adalah UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan sektor usaha informal.

BPS mencatat, sektor-sektor usaha yang menyerap tenaga kerja di dalam negeri yaitu pertanian (29,96 persen), perdagangan (19,03 persen), dan industri pengolahan (13,77 persen), akomodasi dan makanan-minuman (7,11 persen), serta lapangan usaha konstruksi (6,04 persen).

Merebut Pasar Tenaga Kerja Global

Untuk mengatasi kekurangan lapangan pekerjaan, kita perlu mengubah mindset dalam memandang dunia ketenagakerjaan di era globalisasi ini. Saat ini, merebut bursa kerja global adalah salah satu solusi efektif.

Merebut bursa kerja global mesti dikembangkan serius oleh pemerintah demi menggerakkan warga negara berkompetisi di tingkat internasional. Hal itu bukan dijadikan "pelarian" dan dikelola dengan "malu-malu kucing" seperti selama ini

Pemerintah perlu memfasilitasi rakyatnya dalam merebut lapangan pekejaan di luar negeri. Hal itu tidak berarti pemerintah lari dari tanggungjawab dalam menyediakan lapangan pekerjaan dalam negeri. Jangan juga dianggap bahwa bekerja ke luar negeri sebagai hal yang memalukan.

Dalam peradaban global sekarang, dunia terintegrasi dan terjadi saling ketergantungan antara negara, termasuk dalam mengisi kebutuhan ketenagakerjaan.

Orang bekerja, dalam negeri atau di luar negeri, merupakan hak dasar yang diakui dan dijamin konvensi internasional. Hak bekerja adalah hak asasi manusia (HAM) yang mesti dihormati. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 juga menjamin hak rakyat bekerja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Bursa kerja global terbentuk karena beberapa negara-negara mengalami "kiamat tenaga kerja". Hal ini disebabkan pertumbuhan populasi penduduknya menurun atau terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk, sehingga membutuhkan tenaga kerja dari luar untuk mengisi kekosongan beberapa jenis perkerjaan yang ada.

Berdasarkan laporan konsultan Kom Ferry dan Randstad, kebutuhan tenaga kerja secara global setidak-tidaknya 85 juta orang sampai 2030 di sektor manufaktur, pertanian, konstruksi, kesehatan, logistik, dan sebagainya. Kebutuhan ini belum termasuk di sektor pekerjaan informal, seperti pekerja domestik di rumah tangga.

Baca juga: Menteri Ketenagakerjaan Negara G20 Kumpul di Bali, Bahas Isu Pasar Tenaga Kerja

Berdasarkan riset Randstad yang dirilis 2022, sektor manufaktur AS hingga 2030 akan mengalami kekurangan tenaga kerja dua juta orang. Sementara Inggris sedang menghadapi 'kiamat' tenaga kerja terparah dalam lebih dari 30 tahun terakhir.

"Kiamat tenaga kerja" di sektor logistik terjadi di seluruh dunia. Di AS sebanyak 80.000 kursi pengemudi truk lowong, di Inggris 100.000 kursi lowong. Begitu juga di sektor kesehatan, mengalami 'kiamat' tenaga kerja terparah.

Kondisi ketenagakerjaan dunia itu yang demikian menjadi peluang besar buat masyarakat Indonesia untuk merebut lapangan pekerjaan tersebut.

Dalam bursa ketenagakerjaan berlaku hukum, negara pemilik SDM melimpah dan berkompeten akan menguasai bursa ketenagakerjaan dunia. Namun hal itu tidak terjadi pada Indonesia. Baik dalam penguasaan bursa kerja maupun penempatan pekerja migran, Indonesia sering kalah dari negara lain yang juga melirik peluang ini.

Di Asia, bursa kerja migran global pada sektor formal dikuasai India dan Filipina. Indonesia hanya dapat limpahan job kerja yang harus dibeli ke mereka. Indonesia hanya raja di sektor pekerjaan domestik. Itupun banyak dilakukan secara ilegal.

Isu TPPO 

Ironisnya, saat negara dalam kondisi kekurangan lapangan pekerjaan, tiba-tiba dunia pekerja migran digoncang isu TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Tanpa data yang tidak teruji validitasnya, secara reaktif Presiden Jokowi (Jokowi) membentuk Satgas TPPO (Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang).

Satgas TPPO lalu melakukan operasi penangkapan para penyalur tenaga kerja ilegal. Mereka diduga pelaku TPPO. Dampaknya, ribuan orang yang mau berangkat bekerja ke luar negeri dicegah, yang kemudian diklaim sebagai korban TPPO.

Permasalahan yang menimpa mereka itu belum tentu terkait dengan praktik perdagangan orang. Karut-marut tata kelola penempatan tenaga kerja migran banyak terjadi di sektor pekerja domestik. Dari gaji yang rendah, jam kerja berlebih, kekerasan, penipuan, sampai permasalahan keimigrasian acap menimpa pekerja migran sektor domestik. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com