Sebelum Peristiwa 3 Juli 1946 terjadi, BPRI yang menjadi bagian dari gerakan Persatuan Perjuangan memberikan ancaman kepada pemerintah.
Organisasi tersebut mengatakan, akan melakukan kudeta apabila pemerintah gagal menjalankan tugasnya.
Berjalannya waktu, keberadaan BPRI di dalam republik membuat Soekarno dan Sjahrir menjadi gusar.
Pemerintah kemudian mengambil tindakan tegas untuk mengurangi tekanan dari Persatuan Perjuangan.
Tan Malaka yang berada di balik Persatuan Perjuangan lalu ditangkap oleh pemerintah secara diam-diam setelah menutup Kongres Persatuan Perjuangan.
Selain Tan Malaka, pemerintah juga menculik Muhammad Yamin, Gatot, Abikusmo, Sukarni, dan Chaerul Saleh.
Pentolan Persatuan Perjuangan ditangkap dengan tuduhan bakal melakukan penculikan terjadap anggota Kabinet Sjahrir.
Sebelumnya, Sutan Sjahrir dengan beberapa anggota kabinet memang diculik pada 26 Juni 1946.
Baca juga: Sejarah SD Inpres yang Dibandingkan Jokowi dengan Pembangunan IKN
Adapun, ketika Sjahrir diculik, Soekarno mengumumkan bahwa negara dalam keadaan bahaya sehingga kekuasaan pemerintah kembali kepada Presiden RI.
Hal tersebut dikatakan Sang Proklamator ketika berpidato pada 28 Juni 1946. Ia juga mendesak agar Sjahrir dan anggota kabinet lainnya dibebaskan.
Permintaan tersebut dikabulkan sehingga Sjahrir dapat menemui Soekarno pada 1 Juli 1946.
Meski begitu, upaya kudeta tetap terjadi yang dikenang sebagai Peristiwa 3 Juli 1946.
Mayjen Soedarsono yang berada di balik penculikan Sjahrir kemudian menghadap Soekarno dam Amir Syarifuddin pada 3 Juli 1946.
Ia memberikan beberapa permintaan kepada Soekarno dalam empat lembar maklumat dengan isi sebagai berikut:
Soekarno kemudian memerintahkan supaya Soedarsono dan pendukungnya ditangkap setelah tidak menandatangani maklumat tersebut.