KOMPAS.com - Pondok pesantren (ponpes) Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, baru-baru ini ramai menyedot perhatian publik.
Selain karena terafiliasi gerakan Negara Islam Indonesia (NII), Sosok Panji Gumilang, pimpinan Al Zaytun juga sarat polemik.
Padahal pada masanya, Al Zaytun pernah disebut sebagai ponpes terbesar di Asia Tenggara. Lokasinya di atas tanah lebih dari 1.200 hektare, Desa Mekarjaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Baca juga: Profil Ponpes Al-Zaytun Indramayu yang Tuai Kontroversi
Berikut ini sejumlah kontroversi seputar Al Zaytun:
Sorotan pertama muncul dari media sosial yaitu bermula karena unggahan shaf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara jemaah laki-laki dan perempuan di ponpes Al Zaytun.
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (29/6/2023), dalam unggahan tersebut tampak ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan shaf laki-laki.
Selain itu, dalam pelaksanaan shalatnya juga dilakukan dengan jarak yang cukup renggang.
Dari kontroversi itu, pemerintah akan menerapkan sanksi administrasi hingga sanksi pidana untuk ponpes Al Zaytun.
Hal tersebut diputuskan setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil pada Sabtu (24/6/2023).
Baca juga: Jejak Panji Gumilang, Pimpinan Ponpes Al-Zaytun yang Pernah Dibui dan Pecat Ratusan Guru...
Baca juga: Soal Penutupan Al Zaytun, MUI Tegaskan Tidak Punya Kewenangan
Salah satu yang disorot adalah saat ia menyebutkan bahwa perempuan boleh menjadi khatib (pengkhutbah) dalam ibadah shalat Jumat.
Dilansir dari Tribun, pernyataan Panji itu disampaikannya dalam tayangan YouTube program Kick Andy pada Rabu (28/6/2023).
Menurutnya, perempuan memiliki hak untuk hidup dan beragama, termasuk menjadi seorang khatib.
"Saya yakin bisa, ini adalah manusia yang punya hak untuk hidup dan beragama dan menjadi khatib," kata Panji Gumilang.