Dalam konteks ini, kualitas pribadi menjadi modal utama yang kemudian akan menentukan di mana dia berdiri. Sehingga akhirnya bisa meraih prestasi atau mendapat apresiasi.
Modal sosial (kapital, jaringan, pengetahuan, dan keturunan/ nasab) tetap memiliki peran meski tidak sebesar sebelumnya.
Pada Generasi Tanpa Bayangan, mereka menjadi hidup dan eksis karena memang sejarahnya baru mereka bangun sendiri, bukan oleh kekuasaan ilmu pengetahuan dan kekuasaan politik.
Jika generasi sebelumnya hidup dan dibangun melalui narasi dan cerita penguasa, generasi ini justru menata kisah dan riwayatnya melalui diskursus yang terjadi di dunia maya dan dunia nyata yang berlangsung tanpa jeda.
Inilah generasi yang kemudian akan membangun, mengelola, dan merencanakan hidup dan dunianya sendiri.
Mereka bisa jadi membangun, sistem hidup, tata cara bahkan ruang sosialnya sendiri, yang mana dalam sepuluh atau 20 tahun kedepan, pun mereka akan membangun budayanya sendiri.
Sebuah budaya baru yang sangat susah dikaitkan dengan artefak nenek moyangnya di masa lalu. Karena mereka benar-benar menggunakan citraan pribadi dan kemampuannya sendiri untuk mengkonstruksinya.
Ketika Generasi Tanpa Bayangan ini semakin membesar, karena dia akhirnya secara mandiri membangun dengan tingkat independensi yang tinggi, mereka bukan hanya memiliki keberanian untuk mencabut akar budayanya yang terkait dengan masa lalu, bahkan mereka juga bisa melakukan penataan ulang pada perspektif dunia yang selama ini menjadi rujukan kehidupan. Termasuk membaca ulang masa lalu yang melahirkan mereka.
Contoh paling sederhana adalah generasi ini telah membuktikan bahwa mereka memiliki pergaulan yang sangat luas melampaui batas-batas negeri. Tidak peduli siapa dan ada di mana, mereka berinteraksi menggunakan beragam Bahasa.
Malah bisa jadi mereka lebih intens berinteraksi dengan teman-teman di luar negeri ketimbang tetangganya sendiri.
Mereka juga akan sangat mudah membangun ruang-ruang kolaborasi, meski jarak dan posisi begitu jauh.
Sekat-sekat sosial ekonomi tidak akan terlalu mengganggu, karena medium pertemuan mereka adalah ruang sosial yang sudah mereka ciptakan sendiri yang mampu mengakomodasi keragaman dan keberbedaan setiap ekspresi.
Mereka ini menjadi semacam generasi yang karena berbagai informasi yang mereka konsumsi, seakan-akan mampu melakukan evaluasi atas untaian sejarah yang sedang mereka lalui. Sehingga mereka kemudian membangun ulang ceritanya sendiri.
Mereka menaruh lempengan kisah kehidupannya pada dunia (sosial) maya, untuk suatu saat dibuka dan dirangkai kembali menjadi narasi utuh dan kemudian disampaikan kembali kepada generasi cucu.
Jika generasi sebelumnya membangun alur cerita melalui persaksian orang atau pihak lain, kisah Generasi Tanpa Bayangan justru dituliskan melalui kesaksiannya sendiri, dengan bukti-bukti pendukung yang dikumpulkannya sendiri.
Apakah hasil konstruksi-hipotetis Generasi Tanpa Bayangan ini adalah generasi harapan dan generasi masa depan?
Mungkin biarkan mereka menjawabnya sendiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.