Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Transfer Iptek Strategis dan Konservasi

Kompas.com - 09/06/2023, 08:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kita juga melihat negara-negara Uni Eropa (UE) merilis strategi ‘Europe 2020’. Arahnya ialah inovasi dan alih teknologi cerdas, bersih dan ramah-lingkungan, misalnya sumber-sumber daya lebih lestari, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas ekonomi, dan mempererat kohesi masyarakat. Ini contoh inovasi iptek strategis.

Inovasi dan alih teknologi UE itu hendak menambah kapabilitas migitasi dan adaptasi perubahan iklim, misalnya inovasi teknologi karbon rendah. Hal ini termasuk sasaran dan manfaat iptek strategis.

Upaya kendali risiko perubahan iklim melalui teknologi mitigasi dan adaptasi tentu mensyaratkan riset dan pengembangan metode dan teknologi baru. Chaudhry et al. (2013) dan Wennersten et al. (2015) menyebut contoh riset dan pengembangan iptek carbon capture (penyerap karbon) yang selalu membutuhkan kontrol dan monitoring ketat.

Alasannya, program kendali perubahan iklim, menurut riset Mowery et al. (2010), berbeda dari satu sektor dengan sektor lain, khususnya pilihan teknologi, riset, diseminasi, dan penerapan programnya. Misalnya, riset Qinhua Wang et al. (2019) menguraikan inovasi ‘teknologi hijau’ yang bersih dan ramah lingkungan di Tiongkok tahun 1990-2015.

Tiongkok merintis dan memajukan inovasi teknologi-hijau dengan fokus ke teknologi pengolahan air dan air limbah, energi surya fotovoltaik (PV), penerangan, bahan kimia curah atau halus atau obat-obatan (kesehatan), kendaraan listrik, dan teknologi lainnya. Namun, menurut Qinhua Wang et al. (2019), inovasi tehnologi hijau Tiongkok menghadapi kendala tenaga kerja, modal produksi, dan sumber daya alam.

Jumlah penduduk sekitar 1,3 miliar jiwa di Tiongkok, memicu lonjakan konsumsi energi, pangan, dan sumber alam sangat besar. Maka, Tiongkok memasang target net-netral-karbon (zero emisi karbon) tahun 2060.

Sedangkan target Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui COP26 (Climate Change Conference of the Parties) November 2021 di Glasgow, Scotlandia (Inggris) yakni net-zero emisi karbon tahun 2030.

Di sisi lain, Tiongkok memadukan akuisisi teknologi secara legal dan ilegal dari luar negeri. Begitu laporan Stew Magnusson dalam National Defense edisi 22 November 2019. Siasat ‘inovasi’ iptek Tiongkok ini menyasar iptek Eropa dan AS. Begitu bunyi editorial Financial Times edisi 18 April 2022.

William Evanina, Direktur the National Counterintelligence and Security Center (AS) menyebut operasi ‘inovasi’ iptek Tiongkok ini juga menyasar anggota-anggota NATO, pakta pertahanan Atlantik Utara (Gates, 2020).

Siasat ‘inovasi’ atau transfer teknologi Tiongkok, menurut Kongres AS (2022), menghasilkan sekitar 225-600 miliar dolar AS per tahun ke Tiongkok. Mengapa meraup untung besar?

Pada 11 April 2018 pagi di Ruangan 2318 Rayburn House Office Building, Washington (AS), Subkomite Pengawasan dan Riset dan Teknologi Kongres, menggelar dengar-pendapat “Sholars or Spies : Foreign Plots Targeting America's Research and Development”. Ralph Lee Abraham, asal Negara Bagian Lousiana (AS), Ketua Subkomite Pengawasan dari Kongres, membuka dengar-pendapat itu dengan satu kisah.

Baca juga: Iptek Strategis

“As a medical doctor myself, I found one case particularly concerning,” papar Abraham. Sebagai seorang dokter medis, Abraham menemukan satu contoh kasus. Seorang mantan associate professor pada New York University (AS), spesialis teknologi MRI, melakukan riset MRI dengan dukungan dana hibah dari National Institutes of Health (AS).

Pada dakwaan awal jaksa di AS, sang spesialis berkolusi dengan lembaga riset dari Tiongkok. Diam-diam sang spesialis mempatenkan teknologi MRI, hasil risetnya itu, dengan lisensi ke perusahan pencitraan medis asal Tiongkok senilai jutaan dollar. 

Survei CSIS (Center for Strategic & International Studies) menemukan tahun 2000-2023, ada 1200 kasus akuisisi teknologi AS secara ilegal oleh jaringan Tiongkok. Aktornya ialah warga-negara Tiongkok (sipil, militer, pemerintah) dan warga non-Tiongkok.

Misalnya, Tiongkok membayar Noshir Gowadia, warga AS, sebesar 110 ribu dollar AS tahun 2003-2005 untuk membantu produksi sistem nozel knalpot rudal jelajah Tiongkok (CSIS, 2023).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com