Para kepala negara lainnya yang hadir sebagai tamu undangan, seperti Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden maupun Presiden China Xi Jinping, juga berkutat pada emosi senang dan emosi tenang saja. Tidak ada yang menampilkan emosi marah, sedih, apalagi cemas.
Dapat disimpulkan, bagi politisi dibutuhkan keterampilan untuk bisa menampilkan emosi senang dan tenang dalam kegiatan politik mereka.
Visual dan emosi dalam komunikasi politik sangat berkaitan erat. Dengan menampilkan emosi positif, maka pandangan dan tindakan publik akan lebih diarahkan untuk merespon secara positif.
Oleh sebab itu, penting bagi kandidat dan pejabat politik untuk memahami dan memanfaatkan emosi dalam komunikasi politik mereka. Namun, mereka juga harus berhati-hati untuk tidak memanipulasi emosi audiens dan tidak memanfaatkan emosi untuk menciptakan konflik atau memperburuk situasi.
Teknologi tentulah tidak sempurna, termasuk AWS Rekognition. Salah satu kelemahan adalah machine learning ini belum mampu menganalisis emosi sesungguhnya, hanya bisa menangkap emosi yang hendak ditampilkan semata.
Hal itu juga berkaitan erat dengan teori dramaturgi yang dikemukakan Erving Goffman. Teori ini mengeksploitasi prinsip-prinsip dramaturgi atau teater untuk membangun dan mempertahankan citra positif seorang kandidat atau pejabat politik.
Konsep itu menganggap politik sebagai sebuah drama, di mana seorang kandidat atau pejabat politik memainkan peran tertentu di depan publik. Artinya, siapa yang mengetahui emosi yang sesungguhnya hanyalah individu aktor politik tersebut.
Melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak publik untuk lebih jeli dan kritis lagi dalam melihat komunikasi para aktor politik.
Emosi dapat memengaruhi persepsi dan tanggapan audiens terhadap pesan politik, dan dapat memotivasi orang untuk berpartisipasi dalam proses politik seperti memilih atau memperjuangkan isu tertentu. Dalam komunikasi politik, pemimpin politik dan kandidat sering berusaha membangun ikatan emosional dengan audiens melalui penggunaan bahasa dan narasi yang emosional.
Dengan demikian, jangan sampai publik hanya terjebak pada level emosi semata, tetapi harus menerawang berdasarkan fakta. Berhasil karena betul berhasil sesuai indikator capaian, bukan semata karena narasi positif yang menggugah emosi publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.