Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Alasan Orang Tanya Kapan Nikah Saat Lebaran dan Cara Menjawabnya

Kompas.com - 15/04/2023, 17:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pertanyaan "Kapan nikah?" sering ditanyakan ketika berkumpul dengan keluarga saat Lebaran.

Walau terdengar sepele, pertanyaan tersebut menjadi "momok" bagi sebagian orang yang belum menikah sehingga mereka merasa tertekan.

Pertanyaan kapan nikah biasanya dilontarkan ketika orang yang usianya sudah 25 tahun ke atas tak kunjung memiliki pacar atau pasangan hidup.

Lantas, kenapa orang Indonesia senang menanyakan kapan nikah saat Lebaran dan bagaimana cara menjawabnya?

Baca juga: Ketika Siwon Super Junior Jumpa Fans, Ditanya Kapan Nikah hingga Penasaran Rasa Durian

Alasan orang Indonesia suka bertanya kapan nikah

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Tri Kartono mengatakan bahwa pertanyaan kapan nikah muncul karena dorongan dari keluarga dalam budaya Indonesia supaya orang yang dianggap sudah dewasa segera menikah.

Berikut beberapa faktor yang menyebabkan orang Indonesia sering bertanya kapan nikah.

1. Menikah bentuk kedewasan dan tanggung jawab

Drajat menyampaikan bahwa orang yang sudah menikah dinilai dewasa dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Itu artinya, mereka tidak lagi menggantungkan hidup pada orangtua dan orangtua merasa sukses dapat membesarkan anaknya hingga menikah.

"Istilahnya di Jawa itu mentas itu penanda penting bahwa orangtua itu sudah tidak menanggung lagi kehidupan anak kalau menikah," kata Draajaat kepaada Kompas.com, Sabtu (15/4/2023).

Baca juga: Tak Risih Ditanya Kapan Nikah, Kevin Julio: Saya Mah Santai

2. Bisa dialami oleh perempuan

Drajat mengatakan, pertanyaan kapan nikah dapat ditujukan kepada perempuan yang usianya sudah dinilai matang namun tidak kunjung berkeluarga.

Perempuan akan didorong untuk segera menikah bila mereka tidak bekerja atau sudah bekerja namun penghasilannya pas-pasan. 

"Makanya orangtua terus terpikir agar anaknya ndang menikah, mentas. Mentas itu satu keadaan di mana ia keluar dari 'kubangan keluarga'," imbuh Drajat.

3. Menikah standar kesuksesan orangtua

Lebih lanjut, Drajat juga menjelaskan bahwa pernikahan dianggap oleh orangtua sebagai kesuksesan selama membesarkan anak.

Contohnya, orangtua pada masyarakat Jawa belum merasa menjadi "wong tuwo" atau orangtua yang sebenarnya jika anaknya belum menikah.

"Menikahkan anak itu adalah menjalankan darmaning wong tuwo, menjalankan dharma," jelas Drajat.

Baca juga: Risih Sering Ditanya Kapan Nikah, Natasha Wilona: Enggak Sih

4. Dianggap tidak laku

Drajat juga menjelaskan, pertanyaan kapan nikah erat kaitannya dengan kontrol sosial dalam masyarakat.

Orang yang belum menikah kemudian dianggap tidak laku, entah karena penampilan fisik atau perilakunya.

Jika hal ini dikaitkan dengan kekerabatan dalam keluarga, maka orangtua anak merasa tertekan karena anaknya mendapat stigma tidak laku dari orang di sekitarnya.

5. Keluarga besar merasa ikut bertanggung jawab

Dari stigma tidak laku dari masyarakat, keluarga besar bisa ikut merasa bertanggung jawab jika salah satu anggotanya yang sudah dewasa belum segera menikah.

Tidak mengherankan jika dalam keluarga besar, ada satu atau beberapa orang yang menanyakan kapan nikah kepada mereka yang sudah dewasa tapi belum berkeluarga.

"Yang ikut menderita, ikut merasa bersalah itu orang tuanya. Itu kemudiaan menciptakan social stress," imbuh Drajat.

Baca juga: Tips Bersihkan Rumah dalam Sehari untuk Persiapan Lebaran

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com