Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Perginya "Malaikat" Kepolisian

Kompas.com - 11/02/2023, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

CARA Tuhan itu kadang menggemaskan. Gadis cilik bernama Madison Taylor Baez atau biasa disapa Madie benar-benar mengalami “amazing grace”. Bersama ayahnya, Madie (11) menonton langsung pertunjukan “American Got Talent” sesion 17 episode 2 di Studio Pasadena Civic Auditorium, Amerika Serikat, 8 Juni 2022.

Galibnya saat jeda iklan, juri beristirahat sejenak dan pembawa acara atau master ceremony (MC) meminta penonton di studio yang mau menyumbangkan lagu. Madie mengajukan diri kepada MC dan menyanyikan lagu “Amazing Grace”.

Alunan suara merdunya terdengar oleh para juri. Salah satu juri, Simon Cowell secara khusus meminta Madie untuk kembali bernyanyi tetapi di panggung audisi. Simon malah menawarkan Madie kenapa tidak ikut audisi sekalian. Siapa tahu bisa menang dan mendapat hadiah jutaan dolar.

Madie yang merasa sudah kadung unjuk gigi, di panggung kembali melantunkan lagu “Amazing Grace” bahkan lebih memukau daripada penampilan sebelumnya. Justru “amazing grace” sesungguhnya terjadi ketika juri Howie Mendel menekan tombol golden buzzer sebagai tanda peserta audisi langsung lolos ke putaran final.

Juri-juri yang lain yaitu Simon Cowell, Heidi Klum, dan Sofia Vergara juga sepakat dengan keputusan itu. Madie yang berdomisili di Yorba Linda, California itu akhirnya didapuk dengan hadiah 1 juta dolar Amerika Serikat.

Ketika para juri bertanya, hendak diapakan hadiah uang yang banyak itu? Madie tegas berujar hadiah itu akan diberikan ke ayahnya yang tengah mengidap penyakit kanker usus besar (Kompasiana.com, 21 Juni 2022).

Kejadian “untung-untungan” yang dialami Madie tersebut, bisa jadi cara Tuhan untuk meringankan penderitaan ayah Madie dari kanker usus besar yang dideritanya selama 9 tahun terakhir. Pertolongan itu disampaikan Tuhan melalui suara merdu Madie, sang anak.

Cara Tuhan juga begitu menggemaskan dengan apa yang terjadi di tubuh kepolisian kita. Ketika korps Bhayangkara diterpa dengan berbagai kejadian yang memalukan dan memuakkan, justru masih ada “malaikat” di jajaran kepolisian kita.

Di saat polisi diterpa dengan kasus pribadi tetapi dibungkus dengan isu “pelecehan seksual” maka seorang perwira dengan bintang dua di pundak tega melakukan pembunuhan terhadap anak buahnya. Bukannya bersikap ksatria seperti yang sering ditampakkan sebelum kasus itu mencuat, kini di persidangan segala silat lidah disampaikan untuk menghindari tuntutan.

Rentetan kasus tersebut menyeret beberapa perwira tinggi dan menengah yang berkarir cemerlang, bahkan di antaranya peraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Kepolisian. Tuduhannya pun cukup mengerikan: obstruction of justice. Selain dianggap merintangi upaya penyidikan kasus, faktor relasi kekuasaan atasan-bawahan yang lama berurat berakar di tubuh kepolisian juga tidak boleh dilupakan.

Ada pula seorang perwira tinggi dengan jabatan mentereng dan kaya pengalaman, dicokok rekannya sesama polisi karena menyuruh anak buahnya mengganti barang bukti sabu-sabu dengan tawas. Lebih keterlaluan lagi, barang “colongan” dijual ke bandar besar di kampung narkoba. Lengkap pula pelibatannya, mulai dari kapolda, kapolres hingga kapolsek.

Lain kasus, seorang perwira menengah tetapi profil kekayaannya layak “the haves” ditengarai memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pihak-pihak yang berperkara. Tidak tanggung-tanggung, sang polisi matre itu mendulang uang menggunung dan kendaraan mewah sebagai “barter” bantuan yang diberikannya.

Sementara di Kalimantan Timur, seorang polisi berpangkat rendah tetapi bisa menjadi “backing” pertambangan ilegal. Ditengarai, sang polisi yang berjiwa penambang itu, kerap melakukan operasi sogok sana-sini untuk melancarkan usahanya sebagai pengempul batu bara “colongan”. Walau bernama Ismail Bolong, diyakini isi dompetnya juga “bolong” karena dana yang tertangguk dari hasil tambangnya juga mengalir kemana-mana.

Terbaru, seorang personel Densus 88 tega membunuh pengemudi online karena terjerat dengan hutang menggunung. Sudah memiliki rekam jejak yang buruk, menggemari judi, kerap meminjam uang tanpa bertanggungjawab, dan kerap bermasalah tetapi kenapa masih berkeliaran ke luar markas?

Sopir kendaraan angkutan berbasis aplikasi yang menjadi mangsa personel Densus 88 adalah penopang kehidupan keluarga kecilnya. Di masa tuanya, mendiang tetap menarik kendaraan agar segala kebutuhan istri dan anak-anaknya tercukupi. Namun kesadisan polisi “sakit” mental itu menyebabkan kehidupan keluarga korban menjadi tumbal.

Malaikat Berbaju Coklat

Kenapa saya sebut cara Tuhan begitu “menggemaskan” di tubuh kepolisian? Di saat mata publik tertuju kepada citra Polri yang disorot negatif, Tuhan terus menunjukkan masih ada – bahkan sebenarnya lebih banyak kebaikan-kebaikan di jajaran Bhayangkara. Ada “malaikat” berbaju dinas coklat dan polisi itu bernama Rochmat Tri Marwoto, berpangkat Inspektur Satu.

Samudera kebaikannya begitu memesona dan menjungkirbalikkan logika. Untuk berbuat baik ternyata oleh Rochmat Tri Marwoto dibuktikan tidak harus kaya terlebih dahlu dan berpangkat tinggi. Sejak 2007, dengan gajinya yang pas-pasan Iptu Rochmat bersama istrinya bahu-membahu membiayai kehidupan puluhan anak yatim piatu dan anak-anak dari keluarga tidak mampu.

 

Baca juga: Iptu Rochmat Tri Marowoto, Polisi di Madiun yang Hidupi 79 Anak Yatim Piatu, Meninggal Dunia

Tidak hanya urusan makan dan tempat tinggal, polisi baik itu juga membiayai sekolah hingga kuliah anak-anak asuhnya. Bagaimana “matematika” penghasilan seorang polisi berpangkat Iptu bisa mencukupi kehidupan “keluarga besarnya”?

Ternyata Rochmat bertenaga “Gatotkaca” dan berjiwa malaikat. Usai menjalankan kewajiban dinasnya, Rochmat langsung berkebun agar hasil panen bisa digunakan untuk membayar segala kebutuhan anak-anak asuhnya. Istrinya juga membuka toko kelontong, jual buah-buahan agar bisa menyediakan makan untuk anak-anak asuhnya.

Rata-rata setiap harinya, istri Rochmat menyediakan delapan liter beras untuk ditanak agar cukup dimakan seluruh keluarga besarnya. Lengkap dengan sayur dan lauk pauknya.

Untuk kebutuhan makan, uang saku, dan uang pendidikan, Rochmat masih harus menyediakan Rp 8 juta saban bulannya (Kompas.com, 10/02/2023).

Polisi baik yang mukim di Dusun Jati, Desa Klagenserut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun itu, berjiwa sosial karena latar belakangnya yang sangat “susah”. Saat berdinas di Jakarta, Rochmat menyempatkan menempuh pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia.

Agar bisa membiayai kuliahnya, Rochmat harus menjadi pengojek di sela-sela waktu senggangnya antara waktu berdinas dan waktu kuliah.

Rochmat tidak sekedar baik di kehidupan tetapi juga “keren” di penugasan. Pernah ditunjuk sebagai pasukan perdamaian dalam misi PBB di Afrika Tengah, mantan personel Detasemen C Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Timur tersebut terakhir menjabat Kanit Reskrim Polsek Wungu Polres Madiun.

Berkat welas asihnya, Rochmat dan istri berhasil mengantarkan anak-anak asuhnya menjadi “orang”. Ada yang menjadi personel Polri, PNS, pegawai swasta, dan lain-lain. Sudah sekitar 79 anak asuh yang dientaskan Rochmat. Rochmat juga aktif membina OSIS, mengajarkan latihan baris-berbaris dan kesapmataan ke sekolah-sekolah menengah.

Penerima berbagai penghargaan dari Polda Jawa Timur, pimpinan tertinggi Polri dan berbagai institusi itu akhirnya “terbang” menuju rumah Tuhan. Polisi yang baik, yang memberikan teladan kebaikan untuk semua polisi bahkan kita semua wafat pada 8 Februari 2023 di Madiun, Jawa Timur.

“Malaikat” berbaju polisi yang bernama Rochmat Tri Marwoto meninggalkan sebuah pesan bagi rekan-rekannya sesama polisi. Jabatan dan pangkat yang disandang setiap anggota polisi adalah titipan sehingga sewaktu-waktu bisa tanggal. Kebaikan dan ketulusan seorang personel polisi sangat begitu membekas di masyarakat. Tidak perlu berpangkat tinggi dan kaya raya lalu bisa membantu orang yang papa.

Jika almarhum Rochmat Tri Marwoto harus tunggang langgang mengumpulkan dana bagi biaya pendidikan dan makan anak-anak asuhnya, tentu tidak bisa disamakan dengan cara AKBP Harnoto yang lolos menjadi Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia pada Mahkamah Agung. AKBP Harnoto yang pernah berdinas di korps Bhayangkara selama 33 tahun, 20 tahun di antaranya menjadi penyidik dan 13 tahun berdinas di pendidikan Polri, kerap menjawab pertanyaan hakim Komisi Yudisial yang mengujinya bahwa dirinya pernah “menerima” uang saat berdinas (Kompas.com, 02/02/2023).

Narasi “rezeki entah dari mana” yang pernah diucapkan Harnoto namun tidak bisa dijawab dengan gamblang apakah datang dari proses pelaksanaan tugas seperti penyelidikan, biaya penyidikan atau lainnya. Menurut Harnoto, dalam pelaksanaan tugas di kepolisian saat itu terdapat tim, unit, kesatuan kecil serta pengelolaan anggaran.

Baca juga: Sosok Mendiang Iptu Rochmat yang Hidupi 79 Anak Yatim Piatu sejak Tahun 2007

Kisah-kisah kebaikan seperti apa yang dilakukan mendiang Rochmat Tri Marwoto sebenarnya juga banyak dilakukan oleh personel Polri di berbagai daerah. Hanya saja, kebaikan dan ketulusan mereka “luput” dari kamera awak media dan jepretan netizen.

Personel Polri yang berdinas di pelosok Papua begitu dekat dan menjadi penolong dari mamak-mamak yang ingin menukar hasil kebun dengan mi instan, gula, kopi dan beras. Kebaikan personel Polri di Papua menjadi jembatan persaudaaraan sebagai sesama anak bangsa.

Sahabat saya yang berdinas di Samsat Depok dan berpangkat Iptu pun jengah dan merasa malu dengan pemberitaan kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi-petinggi Polri. Seolah semua polisi adalah sama seperti Ferdy Sambo, Teddy Minahasa, Bambang Kayun, atau Ismail Bolong. Tidak semua polisi seperti itu. Masih banyak lagi polisi yang baik.

Sementara sahabat saya berpangkat Kombes yang menjadi analis kebijakan utama di Itwasum Polri kerap membagikan tausiah pengingat bahwa kehidupan itu bersifat fana. Kebaikan harus menjadi kelakuan pribadi setiap hembusan nafas.

“Temani dunia ini dengan jasadmu, akan tetapi ceraikanlah ia dengan kalbumu.” – Imam Al-Junaid Al-Bagdadi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Embun Upas Akan Muncul Kembali di Dieng, Kapan Terjadi?

Embun Upas Akan Muncul Kembali di Dieng, Kapan Terjadi?

Tren
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC)? Berikut Tugas dan Wewenangnya

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC)? Berikut Tugas dan Wewenangnya

Tren
ICC Ajukan Surat Penangkapan Pimpinan Israel dan Hamas, Peluang Netanyahu Ditahan?

ICC Ajukan Surat Penangkapan Pimpinan Israel dan Hamas, Peluang Netanyahu Ditahan?

Tren
Ali Bagheri, Diplomat Ulung dan Pengkritik Keras Barat yang Kini Menjabat sebagai Menlu Iran

Ali Bagheri, Diplomat Ulung dan Pengkritik Keras Barat yang Kini Menjabat sebagai Menlu Iran

Tren
Cerita di Balik Jasa 'Santo Suruh' yang Mau Disuruh Apa Saja, dari Jemput Anak Main juga Kubur Ari-ari

Cerita di Balik Jasa "Santo Suruh" yang Mau Disuruh Apa Saja, dari Jemput Anak Main juga Kubur Ari-ari

Tren
Suhu Udara Capai 50 Derajat Celsius, Ini Imbauan bagi Jemaah Haji yang Tiba di Makkah

Suhu Udara Capai 50 Derajat Celsius, Ini Imbauan bagi Jemaah Haji yang Tiba di Makkah

Tren
Kemendikbud Rekomendasikan 177 Karya Sastra di Sekolah, Ada 'Bumi Manusia'

Kemendikbud Rekomendasikan 177 Karya Sastra di Sekolah, Ada "Bumi Manusia"

Tren
Hasil Tes Online 1 Rekrutmen BUMN Diumumkan 22 Mei 2024, Klik rekrutmenbersama2024.fhcibumn.id

Hasil Tes Online 1 Rekrutmen BUMN Diumumkan 22 Mei 2024, Klik rekrutmenbersama2024.fhcibumn.id

Tren
UKT Semakin Mahal dan Janji Prabowo Gratiskan Biaya Kuliah di Kampus Negeri

UKT Semakin Mahal dan Janji Prabowo Gratiskan Biaya Kuliah di Kampus Negeri

Tren
Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Minum Madu Campur Lemon

Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Minum Madu Campur Lemon

Tren
Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Tren
Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com