Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Tragedi Dunia karena Gas Air Mata dan Kelalaian Pihak Keamanan

Kompas.com - 03/10/2022, 12:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerusuhan usai laga Arema FC vs Persebaya pada lanjutan Liga 1, Minggu (3/10/2022) terus mendapat sorotan.

Sebanyak 125 orang dilaporkan meninggal dunia akibat insiden itu dan menempatkannya sebagai salah satu kerusuhan sepak bola terburuk di dunia.

Tindakan aparat keamanan yang menembakkan gas air mata terhadap suporter juga mendapat banyak kecaman.

Sebab aturan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) melarang penggunaan gas air mata di stadion. 

Dalam beberapa tragedi sepak bola di dunia, pihak keamanan tercatat dijatuhi hukuman atas tindakannya yang lalai sehingga menimbulkan korban jiwa. 

Baca juga: Empat Arahan Jokowi Usai Tragedi Kanjuruhan Malang, Investigasi Menyeluruh hingga Usut Tuntas

1. Tragedi Lima 1964

Salah satu potret bencana sepak bola di Estadio Nacional Peru, yang terletak di ibu kota, Lima. Tragedi mengerikan di Estadio Nacional alias Stadion Nasional itu terjadi pada 24 Mei 1964, di mana lebih dari 300 orang tewas dan sekitar 500 mengalami luka-luka.PERUVIAN INSTITUTE OF SPORT via BBC Salah satu potret bencana sepak bola di Estadio Nacional Peru, yang terletak di ibu kota, Lima. Tragedi mengerikan di Estadio Nacional alias Stadion Nasional itu terjadi pada 24 Mei 1964, di mana lebih dari 300 orang tewas dan sekitar 500 mengalami luka-luka.

Tragedi Lima 1964 ini terjadi ketika penonton marah atas keputusan wasit yang menganulir gol di akhir pertandingan penting kualifikasi Olimpiade antara Peru melawan Argentina.

Suporter yang marah kemudian menginvasi lapangan dan membuat polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan.

Penggemar yang panik mencoba melarikan diri tetapi menemukan gerbang keluar ditutup. Sebanyak 328 orang dilaporkan meninggal dunia atas insiden itu.

Jorge Azambuja, komandan polisi yang memberi perintah untuk menembakkan gas air mata, dijatuhi hukuman 30 bulan penjara, dikutup dari BBC.

Hakim Castaneda juga didenda karena menyerahkan laporannya terlambat enam bulan dan tidak menghadiri otopsi korban.

Baca juga: Pemerintah Akan Santuni Korban Tragedi Stadion Kanjuruhan

2. Tragedi Hillsborough

Suasana peringatan 25 tahun Tragedi Hillsborough, di Anfield, 15 April 2014. PAUL ELLIS / AFP Suasana peringatan 25 tahun Tragedi Hillsborough, di Anfield, 15 April 2014.

Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) menimbulkan korban dua kali lipat lebih banyak dibanding Tragedi Hillsborough di Inggris.

Pada 15 April 1989, sebanyak 96 orang meninggal dunia akibat berdesak-desakan menonton pertandingan Liverpool kontra Nottingham Forest di Stadion Hillsborough.

Tragedi Hillborough dianggap sebagai titik balik sepak bola Inggris untuk berbenah menciptakan pertandingan yang lebih aman dan kondusif.

Penyelidikan yang dipimpin Lord Justice Taylor mengungkap bencana itu terjadi akibat "kegagalan kontrol oleh polisi".

Saat itu, polisi dinilai lalai mengatur situasi sebelum pertandingan, sehingga ribuan suporter Liverpool masuk ke tribun yang sudah melebihi kapasitas.

3. Kerusuhan di Stadion Port Said, Mesir

Kerusuhan ini terjadi setelah pertandingan antara klub Al-Ahly melawan al-Masry pada Februari 2012.

Tim tuan rumah menang 3-1, tetapi para pendukungnya menyerang pendukung lawan hingga menyebabkan 75 orang meninggal dunia.

Banyak saksi menyatakan bahwa polisi di tempat itu tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pertumpahan darah.

Sebanyak 11 orang dijatuhi hukuman mati dalam persidangan ulang kasus tersebut, dikutip dari CNN.

Selain itu, kepala direktorat keamanan Port Said dan kepala polisi maritim juga menerima hukuman lima tahun penjara.

Baca juga: Soal Tragedi Kanjuruhan, IPW: Usut Tuntas, Jangan Sampai Menguap Begitu Saja seperti Kasus Tewasnya 2 Suporter di GBLA

4. Tragedi sepak bola di Ghana

Pertandingan sepak bola paling mematikan dalam sejarah, laga Arema FC vs Persebaya, Minggu (1/10/2022) menewaskan sedikitnya 127 orang. priceonomics.com Pertandingan sepak bola paling mematikan dalam sejarah, laga Arema FC vs Persebaya, Minggu (1/10/2022) menewaskan sedikitnya 127 orang.

Insiden ini terjadi di Stadion Accra, Kota Accra, Ghana pada 9 Mei 2001 ketika pertandingan antara Hearts of Oaks dan Kumasi selesai.

Kekalahan Kumasi itu membuat para pendukungnya marah, sehingga melemparkan proyektil dan merusak kursi.

Merespons tindakan itu, polisi kemudian melemparkan granat gas air mata, yang kemudian memicu kerusuhan.

Para penonton berhamburan dan berdesak-desakan hingga menimbulkan korban jiwa. Dilaporkan 126 orang tewas akibat kejadian ini.

Untuk mempertanggungjawabkan insiden itu, enam polisi senior didakwa dengan pembunuhan, dikutip dari Mail and Guardian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com