KOMPAS.com - Pengamat sepak bola sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menyebut, terdapat perbedaan pengamanan antara pertandingan sepak bola dan aksi demonstrasi.
Pernyataannya ini menyikapi tragedi kerusuhan suporter usai laga antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam.
Laga tersebut berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu, Persebaya Surabaya.
Kekalahan itu diduga menjadi pemantik emosi suporter Arema yang kemudian berbondong-bondong masuk ke lapangan usai laga berakhir.
Pihak keamanan mencoba mengamankan kondisi dengan menembakkan gas air mata.
"Bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo, tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke stadion," ujar Akmal, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: 328 Tewas, Pertandingan Paling Mematikan di Dunia karena Polisi Tembakkan Gas Air Mata
Larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
Pada pasal 19 tentang Pitchside stewards huruf b) tertulis, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used."
Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
Dokumen FIFA Stadium Safety and Security Regulations dapat dilihat dan diunduh di sini.
Akmal Marhali pun membenarkan hal tersebut.
"Terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak sesuai prosedural dan melanggar FIFA Stadiun Safety and Security Pasal 19 poin b, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk di sepak bola," tuturnya.
Namun, hal ini disebutnya juga menjadi kelalaian PSSI ketika melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian tidak menyampaikan prosedur terkait.