Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Gratifikasi?

Kompas.com - 18/09/2022, 20:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Istilah gratifikasi kerap berhubungan dengan sebuah kasus korupsi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh.

Dilansir dari laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), gratifikasi pada dasarnya suap terselubung atau suap yang tertunda.

Baik penyelenggara negara maupun pegawai negeri yang terbiasa menerima gratifikasi, lama-kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi dalam bentuk suap. pemerasan, dan lainnya.

Oleh karena itu, gratifikasi sering dianggap sebagai akar korupsi.

Baca juga: Apa Itu Demosi?

Arti gratifikasi

Penjelasan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan apa itu gratifikasi.

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun luar negeri, baik dengan menggunakan sarana elektroknik maupun tanpa elekronik.

Kendati demikian, seperti dalam Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ketentuan Pasal 12 B ayat (1) tersebut tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi ke KPK.

Dilansir dari Buku Saku Memahami Gratifikasi (2004) karya KPK, pemberian gratifikasi dapat menimbulkan konflik kepentingan, seperti:

  • Dapat membawa kepentingan tertanam (vested interest) dan kewajiban timbal balik atas sebuah pemberian, sehingga independensi penyelenggara negara dapat terganggu.
  • Dapat memengaruhi obyektivitas dan penilaian profesional penyelenggara negara.
  • Dapat digunakan sedemikian rupa untuk mengaburkan terjadinya tindak pidana korupsi.

Baca juga: Delik adalah Tindak Pidana, Ini Macamnya

Kategori gratifikasi

Masih dari sumber yang sama, terdapat dua kategori gratifikasi, yakni:

1. Gratifikasi yang tidak dianggap suap

Gratifikasi tidak dianggap suap adalah apabila diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan, tetapi tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Misalnya, terkait kegiatan kedinasan yang meliputi penerimaan dari pihak lain berupa:

  • Cinderamata dalam kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi,
  • pelatihan atau kegiatan lain sejenis.
  • Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan, seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan lainnya.
  • Sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik kepentingan, atau tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima.

Baca juga: Pidana Penjara Seumur Hidup, Berapa Lama?

2. Gratifikasi yang dianggap suap

Gratifikasi yang dianggap suap adalah apabila diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Adapun ketentuan nilai gratifikasi antara lain:

  • Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan oleh penerima suap.
  • Kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi bukan suap dilakukan oleh penuntut umum.

Bagi penerima gratifikasi dianggap suap, menurut Pasal 12 B ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, diancam sanksi berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.

Serta, pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Baca juga: Apa Itu Residivis? Ini Pengertian dan Penyebabnya

Identifikasi gratifikasi

Dikutip dari laman Kemenkeu, gratifikasi dapat diidentifikasi dengan menggunakan metode PROVE IT.

Metode ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan saat mempertimbangkan apakah sebuah hadiah boleh diterima atau tidak.

Purpose: Apakah tujuan dari pemberian gratifikasi tersebut?

Rules: Bagaimanakah aturan perundangan mengatur tentang gratifikasi?

Openess: Bagaimana substansi keterbukaan pemberian tersebut? Apakah hadiah diberikan secara sembunyi-sembunyi atau di depan umum?

Value: Berapa nilai dari gratifikasi tersebut? Jika gratifikasi memiliki nilai yang cukup tinggi maka sebaiknya bersikap lebih berhati-hati dan menolak pemberian tersebut.

Ethics: Apakah nilai moral pribadi memperbolehkan menerima hadiah tersebut?

Identity: Apakah pemberi memiliki hubungan jabatan, calon rekanan, atau rekanan instansi?

Timing: Apakah pemberian gratifikasi berhubungan dengan pengambilan keputusan, pelayanan atau perizinan?

Dengan menanyakan hal-hal di atas sebelum menerima hadiah, akan membantu mengidentifikasi gratifikasi yang dilarang dan wajib dilaporkan.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Remisi, Jenis, Syarat, dan Besaran bagi Narapidana

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com