KOMPAS.com - Demi bertahan hidup, beberapa perempuan di Sri Lanka dipaksa untuk memberikan layanan seksual dengan imbalan makanan dan obat-obatan.
Barter seperti menjadi satu-satunya pilihan untuk mendapatkan pangan karena kelangkaan akibat krisis ekonomi yang membuat Sri Lanka bangkrut.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Cadangan BBM Hampir Habis, Apa Sebabnya?
Dilansir dari News Delivers, Selasa (19/7/2022), nasib para perempuan Sri Lanka itu diberitakan di koran lokal, The Morning , Selasa (19/7/2022).
Menurut laporan surat kabar tersebut, para pekerja pabrik tekstil perempuan terpaksa beralih ke prostitusi.
Hal itu dinilai sebagai pekerjaan alternatif karena mereka khawatir akan dipecat sebagai akibat dari memburuknya perekonomian negara.
“Kami mendengar bahwa kami dapat kehilangan pekerjaan karena krisis ekonomi di negara ini dan solusi terbaik yang dapat kami lihat saat ini adalah pekerja seks,” kata seorang pekerja pabrik tekstil yang mengambil pekerjaan sampingan sebagai pekerja seks.
Perempuan yang tidak disebutkan namanya itu menceritakan bahwa gaji bulanan mereka sekitar 28.000-35.000 Rupee Sri Lanka atau sekitar Rp 1.161.044 sampai Rp 1.451.305.
Namun, saat mereka bekerja di rumah bordil, mereka mendapat pemasukan tambahan yang lumayan.
"Tapi dengan terlibat dalam pekerjaan seks, kita bisa mendapatkan lebih dari 15.000 Rupee Sri Lanka (Rp 621.000) per hari. Meski tidak semua orang akan setuju dengan saya, namun inilah kenyataannya," ujar dia.
Dengan sektor tekstil yang memburuk dalam ekonomi Sri Lanka, rumah bordil darurat semakin menjamur.
Tempat prostitusi itu kadang-kadang menyamar sebagai spa dengan kamar darurat dari tirai yang digantung, dan tempat tidur darurat untuk melayani klien sebagai pekerja wanita.
Baca juga: Diminta Mundur, Ini Profil Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa