Sebagaian besar dari 25 juta warga Shanghai berada di bawah perintah ketat untuk tetap tinggal di rumah.
Namun, banyak warga yang marah karena kekurangan makanan di rumah, serta takut dinyatakan positif Covid-19 karena akan ditempatkan di pusat karantina raksasa.
"Tidak ada percakapan yang dipaksakan. Semua orang diam dan menghormati jarak dan privasi satu sama lain," kata warga lain bernama Romeo kepada AFP.
Dengan warganya yang tetap berada di rumah membuat Shanghai menjadi kota yang sunyi dan hening, kecuali suara drone yang menyiarkan perintah untuk tes Covid-19 dan imbauan tetap berada di dalam rumah.
Baca juga: Viral Video dari Warga Shanghai Ungkap Hari-hari Mencekam Lockdown Covid-19 China
Dilansir dari Reuters, pemerintah Amerika Serikat (AS) pada kamis (21/4/2022) memperluas persyaratan bagi warga asing yang melintas di perbatasan Meksiko dan Kanada dengan harus melakukan vaksinasi Covid-19.
Persyaratan tersebut diadopsi pertama kali pada November sebagai bagian dari pembukaan kembali AS untuk penyeberangan darat oleh turis asing setelah sebagian besar perbatasan ditutup untuk pengunjung sejak Maret 2020.
Bagi orang di atas umur 2 tahun yang melintasi jalur udara, wajib memberikan hasil tes negatif Covid-19 dan untuk warga asing harus menunjukkan bukti vaksinasi.
Akan tetapi, untuk yang berpergian lewat penyeberangan darat atau laut menggunakan kapal feri tidak perlu menunjukkan hasil tes negatif Covid-19.
Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) mengatakan, keputusan itu dibuat setelah berkonsultasi dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
CDC mengatakan vaksin adalah tindakan kesehatan masyarakat yang paling efektif untuk melindungi orang dari penyakit parah terkait COVID-19 atau kematian.
Baca juga: Akankah Kasus Covid-19 Naik Lagi Pasca-mudik? Ini Kata Ahli
Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan bahwa perang terhadap Covid-19 menimbulkan dilema untuk keseimbangan kehidupan dan mata pencaharian.
Singapura perlu membuat banyak keputusan penting saat ini untuk memerangi pandemi Covid-19, termasuk mengkaji apakah perintah memakai masker diperlukan serta melakukan vaksinasi dan booster.
"Setiap keputusan ini harus dipandu oleh sains dan data," katanya, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (21/4/2022).
"Dan ketika data dan temuan baru tersedia dan kami menemukan bahwa keputusan sebelumnya tidak tepat, kami siap untuk mengubah posisi dan kebijakan kami, dan menjelaskan alasannya kepada publik," tambahnya.
Ong menjelaskan, mengatasi pandemi juga melibatkan keputusan yang dapat melampaui pemikiran sains, seperti menyeimbangkan pertimbangan kesehatan, ekonomi, dan sosial.
"Dan itulah mengapa ada pepatah, 'kehidupan versus mata pencaharian', yang merangkum dilema yang kita semua hadapi," ujarnya.
Pada Boao Forum untuk Konferensi Tahunan Asia di sesi Pendekatan Berbasis sains dalam Mememrangi Pandemi, Ong mengatakan banyak negara telah mengambil keputusan untuk hidup atau melindungi mata pencaharian mereka.
Selain itu, vaksinasi yang dilakukan juga dapat memberikan masyarakat di berbagai negara memperoleh perlindungan kuat untuk melakukan hidup lebih normal.
"Ketika sebagian besar populasi kami telah divaksinasi, kami kemudian cukup percaya diri untuk mengubah strategi kami dari 'nol-COVID' menjadi 'Hidup dengan COVID-19'," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.