Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kartini Masa Kini: Urgensi Kepemimpinan Perempuan

Kompas.com - 22/04/2022, 07:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIDAK hanya laki-laki yang memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, perempuan juga punya kapasitas yang sama dengan laki-laki. Dalam lintasan sejarah, banyak sekali pemimpin perempuan yang telah mengambil peran.

Kita ambil contoh Siti Aisyah. Siti Aisyah dahulu perawi hadits yang terkemuka pada masanya. Selain Siti Aisyah, kita berjalan sedikit ke Afrika, tepatnya di Kerajaan Hausa Zazzau di Nigeria. Ada Amina yang merupakan komandan militer sekaligus penguasa kerajaan tersebut.

Di Indonesia, siapa yang tidak pernah mendengar nama Laksamana Malahayati? Perempuan tangguh asal Aceh yang memimpin suatu pasukan yang disebut Inong Balee. Pasukan ini terdiri dari para istri yang ditinggal suami mereka yang gugur dalam pertempuran.

Baca juga: Perempuan Punya Peran Penting Mendorong Peningkatan Literasi Keuangan

Dari catatan sejarah ini, peran perempuan dalam konteks sosial, politik, dan kebudayaan tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki, perempuan mampu mengambil peran penting. Perempuan dapat muncul menjadi pemimpin jika dibutuhkan, mengambil posisi strategis, yang mana keputusan yang dibuat akan memengaruhi seluruh jalannya organisasi.

Masih Minim

Tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sangat memadai dalam memimpin. Sudah banyak perempuan yang menjadi pemimpin di banyak sektor. Akan tetapi, penelitian dari IBM 2022 menunjukkan bahwa mengedepankan perempuan menjadi jajaran pemimpin masih belum prioritas, terutama ketika kita melihat perbedaan pandangan dari perempuan dan laki-laki sendiri.

Jika melihat dari sudut pandang perempuan, di antara CEO (chief executive officer) perempuan, 72 persen mengatakan organisasinya telah menjadikan isu kepemimpinan perempuan sebagai salah satu prioritas terpenting dalam bisnis.

Sementara itu, ketika melihat dari sudut pandang laki-laki, ada perbedaan sikap yang cukup mengkhawatirkan. Sebanyak 83 persen CEO laki-laki mengatakan bahwa memajukan perempuan bukanlah prioritas, tetapi akan melakukannya bila ada kesempatan.

Perbedaan sudut pandang ini menunjukkan bahwa masih belum ada satu suara untuk memajukan perempuan. Isu kepemimpinan perempuan hanya menjadi isu sentral bagi kaum perempuan, bukan laki-laki.

Laporan dari HolonIQ 2022 memaparkan fakta tentang situasi kepemimpinan perempuan di berbagai sektor. Contohnya saja CEO perusahaan yang sudah IPO (initial public offering atau penawaran saham perdana sebuah perusahaan ke investor publik). Jumlahnya masih kurang dari 1 persen. Dalam perusahaan yang masuk indeks S&P 500, hanya 6 persen perempuan yang menjadi pemimpin. Hanya 8 persen perusahaan yang memimpin perusahaan kategori Fortune 500.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat acara LPPI Virtual Seminar: Peran Perempuan Indonesia di Sektor Perbankan dan Jasa Keuangan pada Kamis (21/4/2022).KOMPAS.com/Isna Rifka Sri Rahayu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat acara LPPI Virtual Seminar: Peran Perempuan Indonesia di Sektor Perbankan dan Jasa Keuangan pada Kamis (21/4/2022).
Namun, ada yang menarik dari data ini, bahwa di sektor pendidikan, jumlah pemimpin perempuan cukup banyak. Sejumlah 54 persen perempuan menjadi kepala sekolah di sekolah publik. Selain itu, dalam konteks pendidikan tinggi, ada 20 persen perempuan yang memegang kepemimpinan di sana.

Prita Kemal Gani, CEO & Founder LSPR Institute misalnya sudah berkiprah lebih dari 30 tahun dalam pengembangan dunia humas (hubungan masyarakat) di Indonesia. Perbandingan ini cukup menarik karena sektor pendidikan menjadi sektor yang paling ramah gender. Dan fenomena ini menjadi starting point yang bagus, karena dimulai dari pendidikanlah sikap dan perilaku seseorang bisa dibentuk dan dikembangkan.

Baca juga: Perempuan dan Penguasaan STEM

Hal ini merupakan tren positif di mana semakin banyak sektor yang mendorong perempuan untuk menjadi pemimpin. Dalam konteks Indonesia, menurut Sahban (2017) perempuan Indonesia benar-benar muncul mengambil peranan strategis kepemimpinan satu abad setelah kehadiran Raden Adjeng (RA) Kartini.

Kita bisa menyebutkan banyak sekali contohnya, dibidang pemerintahan khususnya dalam beberapa tahun terakhir, seperti Tri Rismaharini, Khofifah Indar Parawansa, Sri Mulyani, Retno Marsudi, dan lain sebagainya. Belum lagi dibidang wirausaha, industri kreatif, aktivis, pendidik dan sosial budaya. Ini tentu menunjukkan bahwa perempuan Nusantara memiliki kemampuan, kompetensi, dan kapasitas yang sama baiknya dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin.

Pemimpin perempuan di banyak sektor

Karena itu, perlu sekali bagi perusahaan, pemerintah, dan organisasi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi perempuan untuk menjadi pemimpin. Ada tren menarik dari hasil penelitian perusahaan konsultan Grant Thornton yang berjudul Women in Business Report 2022. Mereka meneliti tren perempuan yang mengisi posisi manajemen senior.

Jika melihat trennya, proporsi perempuan yang menempati posisi tersebut semakin meningkat; ada 32 persen perempuan yang menempati posisi manajer senior, meningkat dari tahun 2021 sebesar 31 persen. Ini tentu sebuah kabar baik karena ada sense of gender diversity dan perlahan, perspektif bahwa perempuan tidak berbakat menjadi pemimpin akan semakin hilang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com