MAXAR Technologies Inc., perusahan teknologi angkasa asal Westminster, Colorado, Amerika Serikat (AS) pada 10 Maret 2022 merilis gambar satelit perang Rusia vs Ukraina di sekitar kota Kyiv, ibu kota Ukraina. Konvoi kendaraan tempur Rusia bergerak ke pusat kota Kyiv dan sejumlah kendaraan tempur lainnya bergerak ke hutan-hutan sekitar kota.
Sejak awal Maret 2022, pertahanan teritorial Ukraina berbasis hutan kota dan hutan-hutan sekitar kota. Garis depan pertahanan Ukraina, misalnya, berbasis hutan-hutan sekitar kota Kyiv.
Di sisi lain, sejumlah laporan internasional mulai khawatir tentang kerusakan dan kebakaran hutan, akibat perang Rusia vs Ukraina di Ukraina saat ini. Misalnya, ledakan artileri memicu risiko kebakaran hutan. Hingga pertengahan Maret 2022, sekitar 20.000 ha lingkungan hidup di kawasan Luhansk (Ukraina) telah ludes terbakar. Pers juga merilis risiko kebakaran hutan-hutan di sekitar 15 reaktor nuklir di Ukraina.
Baca juga: Mungkinkah Mengubah Gurun Menjadi Hutan?
European Space Agency (ESA) merilis gambar satelit tujuh kebakaran hutan di zona reaktor nuklir Chernobyl (Ukraina) pada 22 Maret 2022. Kebakaran hutan di sekitar reaktor nuklir Chernobyl memicu kekhawatiran persebaran radiasi luas melalui asap radioaktif (Andrew E. Kramer /The New York Times, 22/3/2022).
Selama ini, hutan-hutan bernilai stategis bagi pertahanan-keamanan negara di masa damai dan saat perang.
Tahun 2003, A Joshua West merilis hasil riset tentang kebijakan kehutanan Inggris dan Amerika Serikat pasca-Perang Dunia I awal abad 20. “The widespread and lasting legacies of major military conflicts, so often counted by lives and lands taken, are only beginning to be understood in terms of the human relationship with the natural environment. The First World War...offers an appropriate starting point for a new kind of environmental history,” tulis West dalam jurnal Environmental History dengan judul ‘Forests and National Security’.
Perang Dunia I sangat memengaruhi strategi dan kebijakan sumber daya alam (SDA) khususnya kehutanan di Inggris dan Amerika Serikat.
Perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan juga memiliki jejak khusus nilai strategis hutan-hutan. Misalnya, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (RI) Jenderal Soedirman menerbitkan Perintah Kilat No. 1/PB/D/1948 untuk melancarkan perang gerilya melawan agresi Belanda. Melalui siaran radio pukul 8 pagi 19 Desember 1948, Perintah Kilat ini disiarkan ke seluruh Indonesia.
Contoh lain, Letda Soewito dan Letda Soedarmadji ditugaskan ke Sataf Resimen di Manna, Bengkulu Utara. Kedua perwira itu memimpin perang gerilya melawan Belanda di hutan-hutan sekitar Kota Kepayang yang sudah direbut oleh Belanda. Usai Belanda menyerah-kalah tahun 1949, Letda Soewito dan Letda Soedarmadji dapat memasuki kota Bengkulu (Meokhardi, 1993: 262).
Baca juga: Hutan Amazon, Perisai Bumi yang Terancam Musnah
Kisah abad 19 di Maluku, pada 29 Mei 1817 di Saparua, Maluku, 21 wali atau wakil rakyat merilis manifesto berisi 14 sikap menentang pemerintah kolonial Belanda di bawah pimpinan Residen Jean Lubbert van den Berg di ibu kota Saparua (Maluku) (Bijdragen, 1911). Rakyat Maluku yang dipimpin Thomas Matulessy, menentang perintah kolonial Belanda, misalnya kerja-paksa di Jawa, kenaikan pajak, uang kertas Belanda, hukum atau tembak rakyat desa, dan produksi garam, ikan kering, kayu, kopi, dan dendeng tanpa pembayaran dari Belanda (Idema / Bijdragen, 1923).
Martha Christina Tiahahu (4 Januari 1800-2 Januari 1818) melancarkan perang gerilya melawan penjajah Belanda. Meski usianya masih 17 tahun, Martha Christina Tiahu keluar masuk hutan untuk memimpin perlawanan rakyat terhadap penjajahan kolonial Belanda di Desa Ouw, Ullath, Saparua. Pasukan Belanda menangkap Martha Christina Tiahahu dan 39 pejuang lainnya pada Desember 1817 (Tunny, 2008; Alaidrus, 2010).
Contoh lain, struktur pasukan khusus SAS Inggris modern berbasis patroli 4 orang di hutan Malaysia tahun 1950-an. Sejak itu, keahlian utama SAS antara lain ‘signaller’ (Durkin, 2011) mengirim pesan kode Morse melalui radio frekwensi tinggi, misalnya malam hari. Jadi, hutan-hutan dapat dijadikan benteng, pertahanan, dan tujuan militer lainnya masa perang.
Maka Mehmet Murat ildan, PhD, berkelakar-bijak : “When humanity wins its battle against the forests, this victory will be humanity's greatest defeat!” Jika manusia menang tempur melawan hutan-hutan, itu sebetulnya kekalahan terbesar manusia. Mehmet Murat ildan adalah filsuf dan novelis asal Turki, doktor ekonomi (University of Essex) tahun 1997 dan pernah menjalani wajib-dinas militer (Turki) tahun 1994.
Dari Washington, AS, Kamis, 21 Oktober 2021, The Office of The Director of National Intelligence (ODNI) merilis riset dan kajian dampak perubahan iklim terhadap keamanan negara. Suhu global sangat mungkin melampaui target Paris Agreement yakni hingga tahun 2040 kenaikan 1,5 derajat Celsius di atas level era industri abad 19 M.