Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Mencermati Satelit Komunikasi Pertahanan

Kompas.com - 20/01/2022, 12:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal inilah yang disebut oleh Menko Polhukam sebagai merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

Terlepas dari persoalan kerugian yang diderita negara sebagai akibat dari kontrak pengadaan satelit, kesimpulan sementara yang dapat di petik adalah, memang kita memiliki beberapa kelemahan dalam kasus ini.

Kelemahan yang sangat mendasar adalah bahwasanya Indonesia belum memiliki kemampuan membuat satelit komunikasi sendiri dan juga kemampuan mengorbitkannya.

Berikutnya adalah kelemahan sistem administrasi birokrasi dalam proses kontrak pengadaan satelit.

Selanjutnya terdapat kelemahan kita dalam memahami berbagai peraturan, ketentuan dalam tata kelola satelit pada jalur orbitnya di ruang angkasa.

Peraturan dan tata kelola satelit setidaknya akan beririsan atau bahkan merujuk langsung kepada ketentuan hukum internasional yang berlaku di udara dan ruang angkasa.

Dalam hal ini Hukum Udara dan Hukum Ruang Angkasa atau yang dikenal sebagai International Air and Space Law.

Demikianlah, maka dalam coba memahami kerugian negara pada pelaksanaan proses kontrak pengadaan satelit komunikasi pertahanan dapat disoroti pada 3 kelemahan mendasar yang kita miliki.

Secara teknologis kita belum sepenuhnya menguasai technical know how mengenai satelit komunikasi dan pengelolaan jalur orbitnya.

Di sisi lain kita juga terlihat adanya indikasi kelemahan pada administrasi birokrasi proses pengadaan satelit komunikasi.

Selanjutnya dalam pemahaman tentang ketentuan dan aturan terutama pada International Air and Space Law, kita memang baru memiliki sedikit sekali personel profesional di bidang tersebut.

Terakhir dengan berat hati harus diakui bersama tentang sebuah realita bahwa kita saat ini tidak memiliki institusi National Space Agency pada tataran Strategis yang seyogyanya mengelola wilayah udara dan ruang angkasa Indonesia.

Mengelola dalam artian membuat perencanaan jangka panjang dalam manajemen penggunaan teknologi mutakhir yang berkaitan dengan dirgantara Indonesia sebagai sumber daya alam startegis, bagi kesejahteraan rakyat.

Kedepan kita akan banyak sekali berhadapan dengan kemajuan teknologi dirgantara sebagai tantangan dalam konteks National Prosperity dan sekaligus terutama sekali pada masalah masalah National Security.

Tantangan yang risikonya adalah menjurus kepada arah sebagai negara yang “tidak berdaya” pada tataran global.

Mencermati Satelit Komunikasi Pertahanan yang tengah kita hadapi bersama ini adalah sebuah gambaran utuh dari bayang-bayang ketidak berdayaan kita sebagai bangsa.

Sebuah peringatan atau wake up call bagi kita semua untuk mulai memberikan perhatian yang lebih besar lagi pada aspek kedirgantaraan nasional.

Sekali Dirgantara Nasional sebagai sumber daya alam yang kita miliki.

Mudah mudahan kita semua terbangun dan sadar atas wake up call kali ini, sehingga kita dapat terhindar untuk tidak menuju pada arah sebuah negara yang tidak berdaya. Semoga saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com