Cedera pada saraf tulang belakang biasanya terjadi akibat trauma pada tulang belakang mulai dari leher atau servikal sampai tulang belakang sakral. Tulang yang retak atau patah akan menekan sumsum tulang belakang, bahkan merobeknya.
Cedera saraf tulang belakang dapat terjadi tanpa patah tulang belakang yang jelas. Sebaliknya, seseorang bisa saja mengalami patah tulang belakang tanpa terjadi cedera tulang belakang.
Pada sebagian besar cedera saraf tulang belakang, sumsum tulang belakang tertekan atau robek.
Adapun berat ringannya kerusakan saraf tergantung pada kekuatan penekanan saraf oleh tulang belakangnya, keras ringannya energi yang menghantam, dan lamanya penekanan atau lamanya pertolongan.
Kerusakan tambahan
Kerusakan sekunder dapat terjadi karena terus berlangsungnya kerusakan primer karena kurang cepatnya pertolongan atau tidak tepatnya pertolongan. Hal ini menyebabkan kerusakan yang seharusnya lebih ringan menjadi lebih berat atau menjadi permanen dibandingkan kerusakan langsung di awal cedera.
Karena begitu banyak kerusakan yang muncul setelah cedera awal, proses-proses kecepatan dan ketepatan penanganan penting untuk mempertahankan sebanyak mungkin fungsi saraf sensorik, motorik, dan otonom.
Dalam beberapa menit setelah kecelakaaan atau cedera, jika tidak segera ditangani, menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen yang tidak cukup ke sel saraf, dan sel saraf akhirnya mati permanen.
Saat sel saraf di sumsum tulang belakang, akson, atau astrosit cedera, tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bahkan akan bisa merusak dirinya sendiri (self-destruction) akibat memproduksi bahan kimia beracun yang disebut zat radikal bebas.
Jika sel saraf pusat yang ada di sumsum tulang belakang mati, tidak bisa berregenerasi atau tidak bisa digantikan sel baru, bisa menyebabkan kondisi kerusakan yang kompleks dan semakin memburuk.
Efek lainnya, fungsi-fungsi saraf sensorik (rasa dan nyeri) akan hilang jika sel saraf di sumsum tulang belakang mati, baik mati langsung atau mati akibat lambat atau salah penanganan.
"Fungsi saraf motorik (gerak) juga bisa hilang sehingga lengan dan tangan atau tungkai dan kaki menjadi lemah bahkan lumpuh (jika 4 alat gerak lumpuh disebut tetraplegia, jika hanya kedua kaki yang lumpuh disebut paraplegia)," jelas Wawan.
Jika saraf otonom yang rusak, maka konsekuensinya bisa terjadi gangguan buang air kecil atau buang air besar.
Selain itu, suhu tubuh, tekanan darah, dan sistem sirkualasi darah bahkan pada laki-laki bisa menyebabkan alat vitalnya tidak bisa ereksi.
Beberapa akson di sel saraf mungkin tetap utuh dan masih mampu membawa sinyal ke atas atau ke bawah sumsum tulang belakang, tapi karena jumlahnya terlalu sedikit tidak mampu untuk menjalankan fungsi saraf dengan normal.