Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

400 Makam Kuno Berusia 1.800 Tahun dan Harta Karun Romawi Ditemukan di Turki

Kompas.com - 19/10/2021, 09:30 WIB
Mela Arnani,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Arkeolog Turki menemukan 400 makam kuno berusia 1.800 tahun dan harta karun orang Romawi di kota kuno Blaundos, terletak di distrik Ulubey di kota Usak, Anatolia, Turki. 

Makam kuno yang yang ditemukan dipenuhi sarkofagus, dengan hiasan gambar cabang pohon anggur, tandan anggur, bunga, hewan, dan tokoh mitologi. 

Hal tersebut meninggalkan petunjuk bahwa keluarga menggunakan makam ini untuk penguburan selama beberapa generasi.

“Makam dibuka kembali untuk setiap anggota keluarga yang meninggal. Upacara pemakaman diadakan, lalu ditutup kembali,” ujar Birol Can, seorang arkeolog di Universitas Usak di Turki dan kepala Proyek Penggalian Blaundos dikutip dari Live Science, Senin (18/10/2021).

Menurut Can, orang-orang Blaundos membangun pekuburan di lereng ngarai karena sifat lereng yang berbatu di sekitar kota, dan teknik penguburan yang paling disukai yakni makam berbentuk kamar yang diukir di bebatuan padat.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Arkeolog Temukan Machu Picchu 24 Juli 1911

Harta karun

Para arkeolog juga menemukan banyak petunjuk bahwa orang-orang yang meninggal itu berasal dari zaman Romawi.

Misalnya, dari pecahan tembikar dan koin yang ditemukan di makam yang digali menunjukkan bahwa mereka berasal dari abad kedua hingga keempat Masehi, selama periode Romawi.

"Selain itu, teknik lukisan dinding yang menutupi dinding, kubah dan langit-langit makam serta gaya adegan vegetal dan figuratif yang digambarkan pada mereka menunjukkan karakteristik Romawi," kata Can.

Namun, Can juga mengatakan, komplek pemakan itu jugamenjaadi target perampok makam, yang menghancurkan pemakaman karena mereka mencuri perhiasan berharga dan artefak lainnya dari makam tersebut selama berabad-abad.

Baca juga: Arkeolog Temukan 110 Makam Kuno di Delta Sungai Nil, Ungkap Sejarah Raja-raja Mesir

Kota kuno Blaundos

Dilansir Daily Sabah, Blaundos dibangun di atas sebuah bukit yang menghadap ke Grand Ulubey Canyon.

Hanya terdapat satu pintu masuk ke kota dari utara, dan dikelilingi lembah yang mencapai kedalaman 70 meter di beberapa titik.

Kota Blaundos sebenarnya merupakan cabang dari ngarai Usak, salah satu sistem ngarai terpanjang di dunia.

Adapun kota ini didirikan saat masa Alexander Agung, dan ada selama periode Romawi-Bizantum. Blaundos terbuka untuk turis.

Penggalian

Meskipun para arkeolog mengetahui tentang nekropolis selama lebih dari 150 tahun, tidak pernah dilakukan penggalian di Blaudos.

Penggalian dilakukan pada 2018, dengan tujuan mendokumentasikan reruntuhan dan mempersiapkan proyek konservasi.

Saat menggali salah satu makam ruang batu, ditemukan tulang manusia yang berasal dari abad kedua hingga ketiga Masehi.

Sejauh ini, telah diidentifikasi dua kuil, teater, pemandian umum, gimnasium, basilika, tembok kota, gerbang, hingga saluran air.

“Selain itu, kita tahu bahwa ada banyak struktur keagamaan, publik, dan sipil yang masih di bawah tanah,’ ujar Can.

Penggalian terus berlanjut dan tahun ini fokus pada perkuburan.

“Sebagai hasil dari pekerjaan ini, yang terkadang berbahaya, dokumentasi sekitar 400 makam ruang batu terlihat di permukaan telah selesai,” tutur Can.

Para arkeolog menemukan banyak petunjuk bahwa orang-orang yang meninggal berasal dari zaman Romawi.

Petunjuk-petunjuk tersebut seperti pecahan tembikar dan koin yang ditemukan di makam, menunjukkan berasal dari abat kedua hingga keempat Masehi, selama periode Romawi.

“Selain itu, teknik lukisan yang menutupi dinding, kubah, dan langit-langit makam, serta gaya adegan vegetal dan figuratif yang digambarkan menunjukkan karakteristik Romawi,” jelas Can.

Baca juga: Arkeolog Temukan Toilet Berusia 800 Tahun, Ungkap Orang Yahudi Inggris Tidak Makan Babi

 

Makam kamar batu

Tim menemukan berbagai jenis makam kamar batu, termasuk struktur kompleks yang dibentuk dengan mengatur kamar satu demi satu.

“Kamar-kamar ini tidak dibuat sekaligus. Dapat dipahami dari jejak-jejak di dinding, bahwa makam-makam ini awalnya dirancang sebagai satu ruangan,” tutur Can.

Sementara itu, lanjut dia, beberapa makam masih mempunyai artefak yang kemungkinan dimaksudkan untuk membantu orang yang meninggal di akhirat.

Barang-barang tersebut seperti cermin, cincin, gelang, jepit rambut, peralatan medis, ikat pinggang, cangkir minum, dan lampu minyak, semuanya menjelaskan orang-orang yang dimakamkan di kuburan, termasuk jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan, dan tanggal pemakaman.

Baca juga: Arkeolog Temukan 500 Benda Kuno Berusia 3.000 Tahun yang Jelaskan Asal Mula Bangsa China

Lukisan

Dinding dan langit-langit ruang pemakaman didekorasi dengan lukisan warna warni yang rumit, meskipun banyak yang sudah rusak selama ribuan tahun.

Can menuturkan, mural di kamar-kamar masih terlihat tapi kondisinya buruk.

“Beberapa dari makam digunakan sebagai tempat perlindungan bagi hewan oleh para penggembara sejak lama,” ujar Can.

Masih ada ratusan kuburan yang harus digali, dan semua lukisan dinding akan terungkap dengan penggalian yang dilakukan ke depan.

Tim juga berencana melakukan studi DNA dan kimia yang akan mengungkapkan leluhur yang meninggal, termasuk jenis kelamin, usia, dan kebiasaan makan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Tren
6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

Tren
Istri Bintang Emon Positif 'Narkoba' Usai Minum Obat Flu, Kok Bisa?

Istri Bintang Emon Positif "Narkoba" Usai Minum Obat Flu, Kok Bisa?

Tren
Kata Media Korea Selatan Usai Shin Tae-yong Kalahkan Timnas Mereka

Kata Media Korea Selatan Usai Shin Tae-yong Kalahkan Timnas Mereka

Tren
5 Gejala Kolesterol Tinggi pada Wanita di Atas 40 Tahun, Apa Saja?

5 Gejala Kolesterol Tinggi pada Wanita di Atas 40 Tahun, Apa Saja?

Tren
Kata Media Asing soal Kemenangan Indonesia atas Korsel, Sebut STY Sosok Ajaib

Kata Media Asing soal Kemenangan Indonesia atas Korsel, Sebut STY Sosok Ajaib

Tren
Profil Rafael Struick, Pemain Indonesia yang Akhiri 'Clean Sheet' Korsel di Piala Asia U23

Profil Rafael Struick, Pemain Indonesia yang Akhiri "Clean Sheet" Korsel di Piala Asia U23

Tren
7 Torehan Sejarah Indonesia Usai Kalahkan Korea Selatan, Tak Hanya Lolos Semifinal Piala Asia U-23

7 Torehan Sejarah Indonesia Usai Kalahkan Korea Selatan, Tak Hanya Lolos Semifinal Piala Asia U-23

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com