ADALAH sahabat serta mahaguru saya dalam bidang arkeologi Nusantara, DR Ali Akbar berkenan menanggapi naskah saya berjudul "Menelusuri Beragam Jenis Naga" (Kompas.com, 19 Maret 2024) dengan berbagi naskah penelitian arkeologis terhadap Situs Batu Naga, tak jauh dari Dusun Banjaran, Desa Jabranti, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Di lokasi relatif terpencil tersebut kini ditemukan dua bongkah batu besar berdiri (menhir) saling berhadapan seperti membentuk gerbang.
Semula terkesan dua bongkah batu tersebut sekadar dua batu besar yang biasa ditemukan di pegunungan.
Namun kedua bongkah batu yang berada di puncak bukit Pojoktiga pada keringgian 1340 meter di atas permukaan laut tersebut memiliki keunikan arkeologis berupa ukiran relief seperti candi.
Di antara kedua menhir tersebut terdapat kumpulan batu-batu kecil dengan tinggi di bawah lutut tersusun melingkar mirip lingkaran batu di Stonehenge, Inggris serta situs-situs megalitikal lain-lainnya.
Berhadapan dengan batu berukir relief berdiri batu berbentuk kepala seekor naga, maka situs itu disebut sebagai Situs Batu Naga dengan perbendaharaan bebatuan non-alami yang secara arkeologis layak digolongkan ke jenis prasasti.
Setelah melakukan penelian arkeologis terhadap Situs Batu Naga, Ketua Kelompok Masyarakat Arkeologi Indonesia, DR. Ali Akbar memalumatkan kesimpulan arkeologis bahwa hasil uji pendataan radiokarbon di laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional menunjukkan bahwa situs Batu Naga itu diperkirakan memiliki umur lebih tua dari peradaban Hindu, yang dibangun oleh peradaban manusia pada ratusan tahun sebelum masehi.
Kemungkinan masih banyak bagian situs yang tersembunyi, maka tim Dr Ali Akbar masih akan melakukan penyisiran di sekitar area Situs Batu Naga, khususnya pada semak dan gundukan tanah.
Sudah barang tentu pernyataan Ali Akbar tentang usia Situs Batu Naga masih siap sengit diperdebatkan oleh para arkeolog maupun pemerhati arkeologi yang memang terbelah dua menjadi yang percaya versus yang tidak percaya pendataan radio karbon.
Polemik wajar terjadi pada setiap hasil penelitian arkeologis yang memang seperti astronomi, apalagi kosmologi memang bersuasana spekulatif serta nisbi setara ilmu-ilmu sosial terkait unsur cetirus paribus.
Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang keliru, secara pribadi sebagai warga Indonesia, saya berterima kasih kepada para arkeolog Indonesia yang meneliti Situs Batu Naga sebagai satu di antara sekian banyak situs Warisan Kebudayaan Dunia dipersembahkan oleh bangsa Indonesia yang dahulu disebut sebagai Nusantara. MERDEKA!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.