KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, infeksi Covid-19 pada beberapa siswa, bukan terjadi karena adanya klaster sekolah.
"Adapun kalau angkanya kecil-kecil itu bukan klaster, karena klaster itu kita definisikan kalau penyebarannya terjadi di sekolah," kata Budi, saat keterangan pers hasil Rapat Terbatas PPKM, yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (27/9/2021).
Budi mengatakan, pihaknya sudah melakukan surveilans Covid-19 ke beberapa sekolah di Jakarta dan Semarang sebagai evaluasi pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Baca juga: Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka...
Sejauh ini, imbuhnya, belum ada strategi surveilans terstandar untuk evaluasi pelaksanaan PTM. Namun, beberapa sekolah sudah menjalani sampling dan strategi surveilans yang berbeda di masing-masing daerah.
Nantinya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan instansi terkait akan menyusun metode surveilans serupa untuk akitvitas masyarakat lain, apabila metode yang digunakan di sekolah berhasil.
"Kalau ini berhasil, nanti kita mereplikasi ke aktivitas perdagangan, aktivitas pariwisata, aktivitas keagamaan, aktivitas transportasi dan lain sebagainya," katanya lagi.
Baca juga: Ramai 2,8 Persen Sekolah Jadi Klaster Penularan Covid-19, Ini Klarifikasi Kemendikbud Ristek
Adapun evaluasi untuk hasil surveilans setelah pelaksanaan PTM, meliputi:
Pada periode testing 1-21 September 2021 ada 22 sekolah yang menjalani tes antigen.
Dari 2.133 orang yang dites, ditemukan 66 orang teridentifikasi positif Covid-19. Adapun positivity rate-nya yakni 3,12 persen.
Sementara, pada periode testing 31 Agustus-20 September 2021 dengan metode testing PCR di 24 sekolah, terdapat 107 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dari total orang yang dites sebanyak 2.134, maka positivity rate-nya sekitar 5,01 persen.
Baca juga: Cara Menghemat Kuota Internet Saat Anak Sedang PJJ dengan Google Meet
Di Semarang, pada periode testing 15-25 September 2021 dengan metode antigen, hasil positivity rate-nya sebesar 0,24 persen.
Tes ini dilakukan di 258 sekolah dengan melakukan tes pada 3.680 orang. Hanya ada 9 orang yang dinyatakan positif dari hasil tes tersebut.
Budi mengatakan, dari hasil itu pihaknya menyimpulkan bahwa tidak terjadi klaster penularan Covid-19 di sekolah.
Di Jakarta, surveilans pasca-PTM dilakukan di sekolah-sekolah yang wailayahnya masuk dalam kategori zona merah dan kuning.
"Jakarta ini diambilnya khusus ke daerah-daerah, kecamatan yang merah atau kuning," katanya lagi.
Baca juga: Kenapa Penyintas Covid-19 Tetap Perlu Divaksin? Ini Penjelasan WHO
Ia mencontohkan, seperti jika angka penularan di sekolah kecil, maka tidak bisa disebut klaster.
Dalam data yang ia paparkan, ada salah satu sekolah yakni SMP PGRI 20 Duren Sawit yang menjalankan testing pada 266 orang. Dari situ ditemukan hasil 21 orang terkonfirmasi positif. Adapun positivity rate-nya 7,9 persen.
"Dari 266 ada 21 ya itu kemungkinan besar klaster," ungkapnya.
Baca juga: Muncul Klaster Sekolah, Apa yang Harus Dilakukan Saat Terinfeksi Covid-19 di PTM?
Pemerintah berencana melakukan tahapan surveilans minimal sebulan sekali.
Surveilans yang digunakan sebagai evaluasi PTM ini akan menggunakan metode sampling ke sekolah-sekolah di berbagai daerah.
"Kita tentukan di tingkat kabupaten/kota berapa jumlah sekolah yang melaksanakan tatap muka, dari situ kita ambil 10 persen untuk sampling," jelas Budi.
Baca juga: 500.000 Dosis Vaksin Johnson & Johnson Tiba di Indonesia, Ditujukan untuk Siapa?
Berikut strategi yang akan dilakukan:
Baca juga: Cara Dapatkan QR Code PeduliLindungi untuk Mal, Perkantoran, dan Instansi
Dari testing yang dilakukan di sekolah-sekolah, maka akan diketahui positivity rate-nya.
Penanganan akan dilakukan tergantung dari positivity rate tersebut, termasuk apakah PTM akan terus dijalankan atau tidak.
"Sekolah-sekolah yang ada kasus positif tapi di bawah 1 persen positivity rate-nya ya normal saja. Kita cari kontak eratnya, yang positif dikarantina, yang kontak erat kita isolasi, kemudian sekolahnya tetap berjalan," papar Budi.
Adapun jika positivity rate lebih antara 1-5 persen, maka akan dilakukan testing skala besar di sekolah yang bersangkutan.
Sementara, sekolah yang positivity rate ada di angka lebih dari 5 persen, maka akan diminta kembali melakukan pembelajaran daring selama 14 hari.
"Sekolahnya kita ubah dulu menjadi online, menjadi daring dulu selama 14 hari, sambil kita rapihin, kita bersihkan, protokol kesehatannya mungkin diperbaiki, di-review kembali oleh tim-nya Pak Nadiem atau Dinas Kesehatan," imbuh Budi.
Baca juga: Mengenal Sosok Budi Gunadi Sadikin yang Disebut-sebut Potensial Geser Posisi Terawan