Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Hidup Kerap Tidak Semanis Perjuangan Greysia dan Apriyani

Kompas.com - 03/08/2021, 09:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketiadaan jejak itu serupa dengan sosok Akidi Tio dan keluarganya. Meskipun dipuja-puja karena sumbangan yang belum diberikannya, upaya wartawan menemukan jejak Akidi Tio dan keluarganya sia-sia.

Akidi Tio dikatakan lahir di Langsa, Aceh. Di Langsa, Aceh Akidi disebut sebagai pengusaha yang memiliki pabrik limun hingga tahun 1976 lalu pindah ke Palembang.

Saat dilacak dari warga dan komunitas yang ada lebih lama ada di Langsa yaitu Yayasan Hakka Aceh, jejak Akidi Tio tidak ditemukan. 

Juga untuk ketujuh anaknya yang dikatakan tinggal di Jakarta kecuali anak bungsunya, Heriyanti. Jejak ketujuhnya sebagai pengusaha konstruksi, kontainer, dan kelapa sawit tidak terlacak.

Keragu-raguan mengemuka. Namun, glorifikasi dengan dalil-dalil ajaran agama untuk kedermawanan yang dijanjikan seperti menutupinya.

Hardi Darmawan, dokter keluarga selama 48 tahun yang menghubungkan keluarga Akidi Tio ke Kepala Polda Sumsel menyebut Akidi Tio sangat sederhana dan tidak suka publikasi.

Hardi menyebut, meskipun kerap menyumbang, Akidi Tio dan keluarganya tidak suka bikin pernyataan.

Makin mulia gambaran sosok yang diibaratkan memberi dengan tangan kanan tetapi tangan kiri tidak tahu. Pemuka-pemuka agama ditempilkan.

Namun, satu per satu gambaran itu rontok karena janji tidak terealisasi di dua ujung waktu yang dijanjikan.

Pembentukan tim untuk mendaftar kebutuhan yang perlu biaya dari uang sumbangan tampak sia-sia. Padahal, semua orang di Sumsel sudah rebutan siapa yang perlu dibantu pertama-tama.

Media yang semula menglorifikasi dan memberi beragam makna mulia atas janji Akidi Tio dan keluarga yang tidak terbukti nyata lantas kecewa.

Berbeda dengan Olimpiade Tokyo 2020 yang ada medalinya, perburuan sumbangan Rp 2 trilun di Markas Polda Sumsel dengan banyak pemain ternyata tidak ada uangnya.

Setidaknya sampai dua kali waktu yang dijanjikan sumbangan akan dicairkan, polisi sebagai pemain utama dibuat kecewa. Janji ketiga dikemukakan.

Saat kekecewaan itu hadir, ada atau tidak adanya dana di tabungan yang akan disumbangkan juga tidak dikemukakan. Heriyanti lalu diamankan.

Sebagai yang tidak ingin dikecewakan, kita tentu berharap sumbangan itu dapat dicairkan.

Namun, melihat gelagatnya, harapan lebih baik diletakkan di tempat lain. Kalau ternyata harapan ini mewujud seperti waktu yang dijanjikan, anggap bonus saja.

Kita kembali ke kegembiraan kita karena badminton dan medali yang dipersembahkan dari olimpiade ke olimpiade termasuk di Olimpiade Tokyo 2020.

Di akhir perjuangan gigih Greysia/Apiyani dan Anthony Ginting, kita meraih medali.

Tapi, hidup kerap tidak semanis ini.

Salam gigih,

Wisnu Nugroho

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com