Pengibaran bendera putih hanya penyampaian bentuk aspirasi agar pemerintah mau memikirkan nasib para pekerja yang bergerak di bidang pariwisata (Kompas.com, 26 Juli 2021).
Baca juga: Pengusaha PO Bus di Salatiga Kibarkan Bendera Putih dan Aksi Lempar Kunci
Di Garut, Jawa Barat, puluhan pengusaha hotel dan rumah makan juga serempak mengibarkan bendera putih sebagai tanda mereka menyerah terhadap ketidakmampuan membayar gaji para karyawannya.
Semenjak aturan PPKM diberlakukan atau bahkan sejak pandemi Covid terjadi, geliat pariwisata di Garut sangat terimbas dengan aturan pengetatan wilayah.
Pemerintah daerah yang mendapat keluhan dari kalangan pengusaha hotel dan restoran (PHRI) justru tidak memberikan solusi atas kesulitan para pelaku usaha pariwisata (Kompas.com, 20/07/2021).
Fenomena “pengibaran bendera putih” di berbagai daerah di masa pandemi ini, harusnya dipahami sebagai negasi “pertanyaan” sejauh mana kebijakan pemerintah – baik pusat atau daerah – terhadap penangangan Covid-19.
Apakah penyaluran bantuan sosial telah tepat sasaran tanpa disunat oleh oknum yang berwenang menyalurkannya?
Apakah paket sembako yang diperuntukkan bagi warga yang terdampak pandemi sudah sesuai dengan aturan tanpa dikurangi jumlah dan jenisnya?
Apakah insentif untuk tenaga kesehatan benar-benar telah terbayarkan?
Apakah pemerintah memikirkan kelangsungan usaha yang bagkrut karena pandemi?
Pengibaran bendera warna putih juga bisa dimaknai sebagai wujud kepasrahan diri dan ketidakberdayaan masyarakat kecil akan pengetatan aturan tanpa kompromi seperti PPKM.
Maraknya pengibaran bendera putih yang semakin masif sebaiknya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk mawas diri terhadap kinerja semua aparatnya.
Bendera putih bukan wujud pembangkangan sosial tetapi sekadar meminta atensi. Bendera putih tidah harus ditanggapi dengan tindakan represif tetapi harusnya dimaknai sebagai revisi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran.
Seperti yang dilansir sejumlah media, rencana aksi unjuk rasa buruh pada tanggal 5 Agustus 2021 mendatang yang diklaim Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan diikuti puluhan ribu buruh se-tanah air, direncanakan juga akan mengibarfkan bendera putih.
Bendera putih menjadi simbol perjuangan buruh yang menyerah atas masih adanya para buruh yan meninggal karena Covid dan masih adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) selama pandemi.
Tidak semua jajaran pemerintah alergi dengan pengibaran bendera putih. Langkah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemanparekraf) yang merangkul pelaku usaha perhotelan dan restoran di Garut, Jawa Barat yang mengibarkan bendera putih, setidaknya bisa dinilai sebagai pilihan respons yang tepat.
Penyampaian solusi yang ditawarkan Sandiaga Uno adalah menawarkan Garut sebagai sentra vaksinasi yang dikemas dengan strategi kepariwisataan. Misalnya saja, penyuntikan vaksinasi dilakukan di kawasan pemandian air panas seperti di Cipanas, Talaga Bodas atau Kawah Papandayan di Garut.
Usulan Sandiaga Uno ini mungkin mencontoh dengan tawaran melancong ke Amerika Serikat disertai penyuntikan vaksinasi yang gencar dijajakan beberapa biro perjalanan dan memang ramai peminatnya.
Dengan cara ini, arus wisatawan akan berdatangan ke Garut, tentunya seusai pelonggaran PPKM.
Walau terkesan absurd, Sandiaga juga mengajak semua kalangan untuk mengganti bendera putih yang mulai banyak berkibar dengan bendera merah putih.
Seruan ini dimaksudkan agar muncul usaha pembuatan bendera merah putih yang kemungkinan akan dipasang warga (Kompas.com, 24/07/2021).
Baca juga: Tanggapi Bendera Putih Pengusaha Hotel dan Resotran di Garut, Sandiaga Ajak Dirikan Sentra Vaksinasi
Aksi pengibaran bendera putih yang kian marak dilakukan berbagai kalangan, sekali lagi bukan bentuk pembangkangan.
Bendera putih harusnya dimaknai sebagai “alarm” bagi pemerintah untuk lebih fokus dan mencari terobosan cerdas dalam penanggulangan pandemi.
Bagi masyarakat, pengibaran bendera putih juga memberi arti akan pentingnya memperkuat rasa solidaritas.
Seperti halnya di negeri jiran Malaysia, bendera putih adalah tanda untuk meminta pertolongan kepada warga yang lain karena terdampak pandemi Covid.
Kibaran bendera putih harusnya ditanggapi dengan ragam aksi solidaritas sosial untuk membantu warga yang membutuhkan bantuan.
Kita bisa dan mampu membantu warga yang tengah kesulitan, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang ada. Gotong royong kuncinya.
“Karma nevad ni adikaraste ma paleshu kada chana”
Kerjakanlah kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitung akibatnya. Jika bukan kamu yang menikmatinya maka anakmu-lah yang akan menikmatinya. Kalau bukan anakmu, cucu kamulah yang akan menikmatinya (Seperti dikutip Bung Karno dari Kitab Baghawad Gita).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.