Jika itu terjadi, tak hanya manu' niu yang terancam punah.
Masih ada sembilan jenis burung endemik lainnya, empat berstatus kritis dan lima lainnya rentan, yang hidup di wilayah hutan lindung Gunung Sahendaruman, Kepulauan Sangihe, yang juga turut terancam.
Baca juga: Sebelum Meninggal, Wakil Bupati Sangihe Buat Surat Pembatalan Izin Tambang Emas
Sangihe juga memiliki daya tarik keindahan dunia bawah laut, seperti biota bawah laut dan terumbu karang yang menjadi core attraction.
Keindahan itu dapat ditemukan di Brave Hills Napo-Para Island, Kahakitang Island, Selat Sea Grass Mahumu Island, Mendaku dan Dakupang Island, dan Pulau Bukide.
Sejumlah pantai indah pun dapat ditemui di Kepulauan Sangihe. Pesona pantai pasir putihnya dijamin indah dan membuat para wisatawan betah berlama-lama di sana. Salah satunya, Pantai Pasir Putih Pananualeng.
Selain melihat keindahan alam bawah laut di Kepulauan Sangihe, para pengunjung juga bisa menyaksikan kemegahan wisata air terjun di sana. Beberapa di antaranya yaitu Air Terjun Kadadima dan Air Terjun Ngura Lawo.
Jika suka melakukan pendakian dan petualangan di hutan, turis bisa langsung mengunjungi Gunung Sahendarumang. Wisata alam yang satu ini yang merupakan kawasan hutan lindung tropis yang memiliki keanekaragaman hayati dan panorama alam pegunungan yang indah.
Para wisatawan bisa mengunjungi Kepulauan Sangihe melalui perjalanan lewat jalur udara dan laut.
Jika menggunakan jalur laut, dari Pelabuhan Manado harus menempuh perjalanan sekitar 10 jam dengan kapal malam atau 7 jam perjalanan dengan kapal cepat di pagi hari.
Jika menggunakan jalur udara, penebangan dari Bandara Sam Ratulangi ke Sangihe membutuhkan waktu sekitar 60 menit.
Baca juga: Rencana Tambang Emas di Sangihe dan Benteng Terakhir Burung Niu yang Dianggap Punah Seabad Lalu
Pemegang izin wilayah tambang seluas 42.000 hektar di Sangihe adalah perusahaan Tambang Mas Sangihe (TMS).
TMS adalah gabungan dari perusahaan Kanada, Sangihe Gold Corporation yang merupakan pemegang saham mayoritas sebesar 70 persen, dan tiga perusahaan Indonesia.
TMS yang memegang kontrak karya (KK) generasi VI sejak 17 Maret 1997 lalu telah mengantongi persetujuan kelayakan lingkungan dari Provinsi Sulawesi Utara pada 25 September 2020 dan izin operasi produksi dari Kementerian ESDM awal tahun ini.
Artinya, TMS berhak mengeksploitasi emas dan tembaga di enam kecamatan yang terbagi menjadi 80 kampung selama 33 tahun ke depan.
Dari luas itu, terdapat 4.500 hektare yang memiliki mineralisasi utama yaitu di Kampung Bawone, Binebase, Sade, dan Kupa.