Akmal mengatakan, pada era Galatama, ada sejumlah pengusaha besar yang mencoba peruntungan di industri si kulit bundar.
Namun, dana besar yang telah dikucurkan, ternyata tidak cukup untuk membuat mereka eksis.
Ia menyebutkan, ada nama TD Pardede (Pardedetex), Sigit Hardjojunato (Arseto), Benny Mulyono (Warna Agung), dan Benny Ardi (Tunas Inti).
"Mereka akhirnya kapok karena ekosistem Galatama dirusak dengan judi yang masuk ke sepak bola," ujar Akmal.
Sementara, pada era Liga Indonesia, nama-nama seperti Sihar Sitorus, Gita Wirjawan, Sigit Haryo Wibisono, dan Vijay Fitriyasa juga kapok karena buruknya ekosistem kompetisi sepak bola nasional setelah adanya mafia pengatur hasil pertandingan.
"Nah, jangan sampai selebritas atau sultan-sultan muda ini juga ikut kapok dan kecewa lantaran ekosistemnya tidak sehat yang pada akhirnya mereka mundur seperti para pengusaha sebelumnya," ucap Akmal.
Baca juga: Mengenal Soeratin Sosrosoegondo, Ketua Umum Pertama PSSI, Insinyur Pencinta Sepak Bola...
Oleh karena itu, menurut dia, jika ekosistem sepak bola yang dibangun sehat, maka akan berdampak positif bagi kemajuan sepak bola di Indonesia. Demikian pula sebaliknya.
"Tapi, saat ini kan pelaku sepak bolanya masih sama. Pengurus PSSI juga masih sama. Hanya ganti cashing saja. Jadi, perlu bukti nyata kerja keras pengurus saat ini untuk bersih-bersih kolam agar mendapatkan kepercayaan publik," kata Akmal.
Ia menilai, PSSI harus menjamin kompetisi sepak bola musim ini bersih dari praktik kotor jual beli pertandingan dan judi ilegal.
Selain itu, perlu kampanye masif dari pengurus PSSI untuk membangun kepercayaan publik.
Jika benar-benar dilakukan, hal ini akan menjadi titik balik yang baik bagi masa depan sepak bola Indonesia.
"Misalnya PSSI melakukan MoU bersama Satgas Anti Mafia Bola untuk mengawal kompetisi sepak bola Indonesia dikawal dari kejahatan sepak bola agar terbebas dari pelaku kejahana sepak bola," kata Akmal.
Baca juga: Selain Gubernur Kalteng, Ini Aksi Fanatisme Sepak Bola oleh Kepala Daerah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.