Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Misteri Jack Ma Menghilang

Kompas.com - 23/01/2021, 11:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA bukan warga Republik Rakyat Cina dan kebetulan tidak memiliki kepentingan bisnis dengan para tokoh pengusaha terkemuka China, maka saya tidak terlalu memperhatikan Jack Ma.

Saya mulai memerhatikan Jack Ma setelah tokoh miliarder mahakayaraya China itu diberitakan “menghilang”.

Baca juga: Jack Ma dan Rumor soal Keberadaannya...

Trending topic

Menurut kompas.com “menghilangnya” Jack Ma sempat menjadi trending topic peringkat teratas media sosial Twitter Indonesia pada Senin 4 Januari 2021.

Pada sebuah acara di Shanghai, 24 Oktober 2020, Jack Ma melontarkan kritik terbuka terhadap pemerintah RRChina dengan menyebut sistem regulasi keuangan China menghambat inovasi sehingga harus direformasi demi mendorong pertumbuhan.

Tak lama berselang, Administrasi Negara untuk Urusan Pasar (SAMR) China mulai melakukan investigasi terkait dugaan praktik anti-monopoli di perusahaan-induk yang didirikan Jack Ma, Alibaba Group Holding Ltd.

Sejak saat itu tidak ada aktivitas di akun Twitter pribadi Jack Ma, yang biasanya secara teratur mengunggah beberapa twit setiap hari. Karena yang memberitakan adalah kompas.com maka saya percaya bahwa berita tentang Jack Ma menghilang bukan hoaks.

Memang tiga bulan kemudian Jack Ma kembali tampil di acara terbuka secara umum. Namun berita Jack Ma menghilang sudah terlanjur membekas di kesadaran khalayak warga alam maya di segenap pelosok dunia termasuk Indonesia sehingga berkeliaranlah pertanyaan “Ada apa dengan Jack Ma?”. Baca juga: Jack Ma Muncul Kembali Setelah Menghilang 3 Bulan, Ini Kronologinya

Kesimpulan

Pertanyaan makin merajalela sebab sampai naskah ini ditulis sama sekali belum ada klarifikasi resmi dari pihak Jack Ma mau pun jubir Jack Ma apalagi dari pihak pemerintah Republik Rakyat China yang dikenal represif terhadap para warga yang berani mengkritik pemerintah.

Layak disimpulkan bahwa kasus Jack Ma pada hakikatnya membuktikan bahwa rezim RRChina masa kini masih melanjutkan politik anti-kritik sebagai warisan masa lalu.

Politik anti-kritik di RRChina diperkuat mekanisme yuridis dengan sanksi hukuman terhadap warga yang berani-berani mengkritik pemerintah RRChina.

Diyakini bahwa pemerintah RRChina pasti sempurna maka mustahil keliru maka dengan sendirinya harus benar maka tidak boleh dikritik.

Kritik akan mengurangi aura kharisma kewibawaan kesempurnaan pemerintah RRChina sebagai kepentingan yang paling besar maka tidak boleh terganggu oleh kepentingan yang kecil seperti misanya sekedar ketidakpuasaan warga terhadap kebijakan pemerintah.

Big picture tidak boleh dikorbankan demi kepentingan small picture. Kepentingan pemerintah tidak boleh dikorbankan demi kepentingan warga apalagi seorang insan warga belaka.

Empiris

Dugaan sejenis itu bukan mengada-ada sebab secara empiris sudah terbukti reaksi keras pemerintah RRChina terhadap para pengusaha sukses serta para cendekiawan/ budayawan termasuk penerima anugrah Nobel yang berani mengkritik pemerintah.

Teman-teman serta sanak-keluarga saya yang menjadi warga RRChina berkisah tentang bagaimana mereka lebih aman memilih sikap dan perilaku pasif untuk tidak mengkritik pemerintah.

Pemerintah RRChina adalah sempurna maka mustahil salah maka tidak boleh dikritik karena malah harus dibenarkan. Jika memang sulit dibenarkan pasti ada cara untuk dibenar-benarkan.

Barang siapa nekat melanggar peraturan negara yang sebenarnya tidak tertulis secara konstitusional itu maka memang harus konsekuensi menghadapi dampak sanksi hukuman mulai dari ditegur sampai dipenjara bahkan dihilangkan.

Saya berani menulis naskah ini bukan karena kritis tetapi karena saya bukan warga Republik Rakyat China. Merdeka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com