Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, ada yang perlu diluruskan terkait informasi ini.
KOMPAS.com - Beredar narasi mengenai penemuan vaksin Covid-19 yang begitu cepat ketimbang penemuan vaksin HIV, kanker, dan flu biasa.
Narasi yang beredar di media sosial itu menyebut vaksin Covid-19 ditemukan selama 1 tahun. Sementara, penelitian terhadap vaksin untuk HIV, kanker, dan flu biasa makan waktu bertahun-tahun dan tidak membuahkan hasil.
Narasi itu keliru karena tidak dilengkapi konteks yang tepat.
Ahli virologi mengatakan vaksin mRNA untuk Covid-19 dikembangkan relatif cepat karena teknologi yang digunakan di dalamnya dikembangkan sejak 2003 untuk virus corona lain seperti MERS dan SARS.
Kolaborasi kuat antara kemajuan teknologi, sumber daya, dan para ilmuwan juga mempercepat penemuan vaksin Covid-19.
Penemuan vaksin untuk HIV, kanker, dan flu biasa menghadapi sejumlah kendala yang berbeda dari penemuan vaksin Covid-19.
Akun Facebook Michael Nelson pada Selasa (15/12/2020) melayangkan status berisi perbandingan waktu penelitian terhadap vaksin untuk HIV, flu biasa, kanker, dan Covid-19.
Vaksin Covid-19 disebut hanya makan waktu 1 tahun ditemukan, jauh lebih cepat daripada penelitian untuk mendapati vaksin HIV, flu biasa, dan kanker. Berikut nukilan statusnya setelah dialikan ke bahasa Indonesia:
"Tidak ada vaksin selama HIV setelah 40 tahun penelitian.
Tidak ada vaksin untuk flu biasa.
Tidak ada vaksin untuk kanker setelah 100 tahun penelitian. Tidak ada.
Sebuah virus muncul secara misterius dan dalam waktu satu tahun vaksin dibuat dan kita semua diharapkan untuk menerimanya"
Narasi serupa juga dapat dilihat pada status akun ini, ini, ini, ini, dan ini juga mengunggah narasi serupa.
Ada sejumlah perbedaan untuk menemukan vaksin Covid-19, HIV, flu biasa, dan kanker.
Situs web healthline menjelaskan, sangat sulit mengembangkan vaksin untuk HIV karena ia berbeda dari jenis virus lainnya. HIV pertama kali teridentifikasi pada 1984.
Kendala tersebut antara lain virus HIV yang dilemahkan tidak dapat digunakan dalam vaksin yang pada umumnya dibuat dengan cara mematikan atau melemahkan virus.
Selain itu, hampir tidak ada orang yang sembuh setelah tertular HIV. Akibatnya, tidak ada reaksi kekebalan yang dapat ditiru oleh vaksin. Padahal, vaksin bekerja dengan cara meniru reaksi kekebalan orang yang sudah pulih.
Para peneliti masih melakukan penelitian terhadap vaksin profilaksis dan terapeutik untuk HIV. Sebagian besar vaksin bersifat profilaksis yang berarti mencegah seseorang terkena penyakit.