Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KLARIFIKASI] Lama Waktu Penemuan Vaksin Covid-19, HIV, Kanker, dan Flu

Kompas.com - 18/12/2020, 17:55 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

klarifikasi

klarifikasi!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, ada yang perlu diluruskan terkait informasi ini.

KOMPAS.com - Beredar narasi mengenai penemuan vaksin Covid-19 yang begitu cepat ketimbang penemuan vaksin HIV, kanker, dan flu biasa.

Narasi yang beredar di media sosial itu menyebut vaksin Covid-19 ditemukan selama 1 tahun. Sementara, penelitian terhadap vaksin untuk HIV, kanker, dan flu biasa makan waktu bertahun-tahun dan tidak membuahkan hasil.

Narasi itu keliru karena tidak dilengkapi konteks yang tepat.

Ahli virologi mengatakan vaksin mRNA untuk Covid-19 dikembangkan relatif cepat karena teknologi yang digunakan di dalamnya dikembangkan sejak 2003 untuk virus corona lain seperti MERS dan SARS.

Kolaborasi kuat antara kemajuan teknologi, sumber daya, dan para ilmuwan juga mempercepat penemuan vaksin Covid-19.

Penemuan vaksin untuk HIV, kanker, dan flu biasa menghadapi sejumlah kendala yang berbeda dari penemuan vaksin Covid-19. 

Narasi yang Beredar

Akun Facebook Michael Nelson pada Selasa (15/12/2020) melayangkan status berisi perbandingan waktu penelitian terhadap vaksin untuk HIV, flu biasa, kanker, dan Covid-19.

Vaksin Covid-19 disebut hanya makan waktu 1 tahun ditemukan, jauh lebih cepat daripada penelitian untuk mendapati vaksin HIV, flu biasa, dan kanker. Berikut nukilan statusnya setelah dialikan ke bahasa Indonesia:

"Tidak ada vaksin selama HIV setelah 40 tahun penelitian.
Tidak ada vaksin untuk flu biasa.
Tidak ada vaksin untuk kanker setelah 100 tahun penelitian. Tidak ada.
Sebuah virus muncul secara misterius dan dalam waktu satu tahun vaksin dibuat dan kita semua diharapkan untuk menerimanya"

Status Facebook keliru soal perbandingan antara temuan vaksin Covid-19, HIV, kanker, dan flu biasa.Facebook Status Facebook keliru soal perbandingan antara temuan vaksin Covid-19, HIV, kanker, dan flu biasa.

Narasi serupa juga dapat dilihat pada status akun ini, ini, ini, ini, dan ini juga mengunggah narasi serupa.

Penjelasan

Ada sejumlah perbedaan untuk menemukan vaksin Covid-19, HIV, flu biasa, dan kanker.

Situs web healthline menjelaskan, sangat sulit mengembangkan vaksin untuk HIV karena ia berbeda dari jenis virus lainnya. HIV pertama kali teridentifikasi pada 1984.

Kendala tersebut antara lain virus HIV yang dilemahkan tidak dapat digunakan dalam vaksin yang pada umumnya dibuat dengan cara mematikan atau melemahkan virus.

Selain itu, hampir tidak ada orang yang sembuh setelah tertular HIV. Akibatnya, tidak ada reaksi kekebalan yang dapat ditiru oleh vaksin. Padahal, vaksin bekerja dengan cara meniru reaksi kekebalan orang yang sudah pulih.

Para peneliti masih melakukan penelitian terhadap vaksin profilaksis dan terapeutik untuk HIV. Sebagian besar vaksin bersifat profilaksis yang berarti mencegah seseorang terkena penyakit.

Sementara, vaksin terapeutik digunakan untuk meningkatkan respons kekebalan tubuh untuk melawan penyakit yang sudah diderita seseorang.

Mengutip situs web Cancer.Net, terdapat vaksin yang dapat mencegah orang sehat terkena kanker tertentu yang disebabkan oleh virus. Vaksin ini hanya bekerja jika seseorang mendapatkan vaksin sebelum terinfeksi virus.

Ada dua jenis vaksin yang mencegah kanker yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat. Pertama, vaksin HPV yang bertujuan melindungi tubuh dari human papillomavirus (HPV).

Jika virus ini bertahan lama di dalam tubuh, maka dapat menyebabkan beberapa jenis kanker. FDA telah menyetujui vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks, vagina, dan vulva, kanker dubur, dan kutil kelamin.

Kedua, vaksin hepatitis B. Vaksin ini melindungi tubuh dari virus hepatitis B (HBV) yang dapat menyebabkan kanker hati.

Ada beberapa vaksin yang mengobati kanker, disebut vaksin pengobatan atau vaksin terapeutik. Keduanya merupakan jenis pengobatan kanker yang disebut imunoterapi.

Mereka bekerja untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh guna melawan kanker. Dokter memberikan vaksin pengobatan kepada orang yang sudah menderita kanker. Vaksin pengobatan yang berbeda bekerja dengan cara yang tidak sama.

Mereka dapat mencegah kanker datang kembali, menghancurkan sel kanker yang masih ada di tubuh setelah perawatan berakhir, dan menghentikan tumor agar tidak tumbuh atau menyebar.

Sementara itu, juga ada kesulitan dalam mengembangkan vaksin untuk flu biasa, menurut situs Very Well Health.

. Salah satu sebab yakni terdapat setidaknya 200 virus berbeda yang dapat menyebabkan gejala flu, termasuk rhinovirus, virus corona, adenovirus, dan parainfluenza. Padahal, vaksin sendiri bekerja dengan cara menargetkan virus atau patogen tertentu.

Sekitar 75% dari Rhinovirus menyebabkan pilek. Meski begitu, ada lebih dari 150 strain yang beredar pada saat bersamaan.

Saat ini tidak ada cara bahwa satu vaksin dapat melindungi diri dari semua strain yang mungkin dapat menyebabkan flu biasa.

Situs Very Well Health juga menulis bahwa tidak banyak orang meninggal dunia karena flu biasa. Bahkan, flu biasa bisa hilang hanya sepekan.

Maka itu, menghabiskan waktu dan upaya untuk vaksin flu biasa tidak cukup penting dibandingkan dengan usaha memperoleh vaksin yang dapat mencegah kanker, HIV, ebola, atau penyakit serius lainnya.

Situasi temuan vaksin untuk HIV, kanker, dan flu biasa berbeda dari penemuan vaksin Covid-19.

Ahli virologi di University of Western Australial, Profesor Alison Imrie mengatakan, vaksin mRNA untuk Covid-19 telah dikembangkan relatif cepat karena teknologi yang digunakan sudah dikembangkan sejak 2003 untuk virus corona lain seperti MERS dan SARS.

"Ketika penyakit-penyakit itu sepertinya menghilang, pendanaan vaksin mengering tetapi beberapa teknologinya sudah dikembangkan dan siap diterapkan pada SARS-CoV-2 dan Covid-19," tuturnya dikutip AFP.

Selain itu, menurut Imrie, penelitian dasar yang sudah dilakukan di berbagai universitas di dunia, yang didukung pemerintah dan organisasi filantropi, menghasilkan penemuan yang telah diterapkan pada vaksin Covid-19 yang baru.

Profesor Mikrobiologi dan Penyakit Menular Flinders University, Jill Carr menambahkan, jumlah sumber daya, kemajuan teknologi, dan kolaborasi di antara para ilmuwan adalah faktor-faktor yang mendorong kemajuan pesat dalam menemukan vaksin Covid-19. 

"Platform dasar ini ... dan jaringan ilmiah telah mempercepat pengembangan kandidat vaksin Covid-19, dan penyederhanaan proses yang menggabungkan sains dasar dengan uji klinis, persetujuan regulasi, dan manufaktur telah membantu semua proses yang berbeda ini bekerja bersama," katanya.

Kesimpulan

Dari penelusuran tim Cek Fakta Kompas.com, narasi mengenai cepatnya penemuan vaksin Covid-19 dibandingkan dengan penemuan vaksin HIV, kanker, dan flu biasa keliru karena kehilangan konteks.

Vaksin mRNA untuk Covid-19 dikembangkan relatif cepat karena teknologi yang digunakan dikembangkan sejak 2003 untuk virus corona lain. Selain itu, ada kolaborasi kuat antara kemajuan teknologi, sumber daya, dan para ilmuwan.

Faktor-faktor ini berbeda dari penelitian terhadap vaksin untuk HIV, kanker, dan flu biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Batu Kuno Ungkap Alasan Bolos Kerja 3.200 Tahun Lalu, Istri Berdarah dan Membalsam Mayat Kerabat

Batu Kuno Ungkap Alasan Bolos Kerja 3.200 Tahun Lalu, Istri Berdarah dan Membalsam Mayat Kerabat

Tren
Ditemukan di Testis, Apa Bahaya Mikroplastik bagi Manusia?

Ditemukan di Testis, Apa Bahaya Mikroplastik bagi Manusia?

Tren
Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Tren
Ikang Fawzi Antre Layanan di Kantor BPJS Selama 6 Jam, BPJS Kesehatan: Terjadi Gangguan

Ikang Fawzi Antre Layanan di Kantor BPJS Selama 6 Jam, BPJS Kesehatan: Terjadi Gangguan

Tren
Beredar Isu Badai Matahari 2025 Hilangkan Akses Internet Berbulan-bulan, Ini Penjelasan Ahli

Beredar Isu Badai Matahari 2025 Hilangkan Akses Internet Berbulan-bulan, Ini Penjelasan Ahli

Tren
Mengenal Jampidsus, Unsur 'Pemberantas Korupsi' Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Mengenal Jampidsus, Unsur "Pemberantas Korupsi" Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Tren
Starlink dan Literasi Geospasial

Starlink dan Literasi Geospasial

Tren
Saat Pegi Berkali-kali Membantah Telah Bunuh Vina, Sebut Fitnah dan Rela Mati...

Saat Pegi Berkali-kali Membantah Telah Bunuh Vina, Sebut Fitnah dan Rela Mati...

Tren
5 Kasus Besar yang Tengah Ditangani Jampidsus di Tengah Dugaan Penguntitan Densus 88

5 Kasus Besar yang Tengah Ditangani Jampidsus di Tengah Dugaan Penguntitan Densus 88

Tren
Jarang Diketahui, Ini Potensi Manfaat Konsumsi Kunyit Putih Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Potensi Manfaat Konsumsi Kunyit Putih Setiap Hari

Tren
Benarkah Taruna TNI Harus Tetap Pakai Seragam Saat Pergi ke Mal dan Bioskop?

Benarkah Taruna TNI Harus Tetap Pakai Seragam Saat Pergi ke Mal dan Bioskop?

Tren
Muncul Pemberitahuan 'Akun Ini Tidak Diizinkan untuk Menggunakan WhatsApp', Begini Cara Mengatasinya

Muncul Pemberitahuan "Akun Ini Tidak Diizinkan untuk Menggunakan WhatsApp", Begini Cara Mengatasinya

Tren
Orang-orang Dekat Jokowi dan Prabowo yang Berpotensi Maju Pilkada 2024, Siapa Saja Mereka?

Orang-orang Dekat Jokowi dan Prabowo yang Berpotensi Maju Pilkada 2024, Siapa Saja Mereka?

Tren
Madu atau Sirup Maple, Manakah yang Lebih Menyehatkan?

Madu atau Sirup Maple, Manakah yang Lebih Menyehatkan?

Tren
Studi Buktikan Mimpi Buruk Bisa Jadi Tanda Penyakit Kronis

Studi Buktikan Mimpi Buruk Bisa Jadi Tanda Penyakit Kronis

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com